Peneliti BRIN Ingatkan Ancaman 2 Petaka di Pulau Jawa

Damiana, CNBC Indonesia
08 September 2023 14:55
Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Seorang petani mengamati padi yang mengalami kekeringan di Desa Kramat, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, (9/8/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengatakan, ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengintai Pulau Jawa. Sebagai efek kekeringan ekstrem di musim kemarau.

Dia mengungkapkan, selama bulan Juli hingga Agustus 2023, hujan di Indonesia mengalami penurunan secara gradual di selatan Indonesia. Hal ini, katanya, menandakan musim kemarau terjadi secara konsisten.

Bahkan, lanjut Erma, di wilayah tertentu di Pulau Jawa, kemarau cenderung lebih kering dari kondisi normalnya.

"Penurunan hujan di selatan Indonesia juga berasosiasi dengan fenomena El Nino dan IOD (Indian Ocean Dipole) positif yang terus menguat secara signifikan," kata Erma kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/9/2023).

"Prediksi El Niño dan IOD positif dari berbagai model global menunjukkan potensinya yang terus berlanjut dapat memicu kondisi kering panjang. Hal ini dapat mengakibatkan potensi karhutla (kebakaran hutan dan lahan) dan gagal panen di Jawa," tambahnya.

Menurut Erma, kondisi kering karena minim awan yang disebabkan oleh El Nino dan IOD positif ini, diperparah adanya pendinginan suhu permukaan laut di Selatan Jawa.

"Suhu laut mendingin menciptakan daerah tekanan tinggi sehingga sulit terbentuk awan di Jawa," katanya.

Di sisi lain, dia menambahkan, terjadi kondisi yang tak biasa di pulau Jawa.

"Kajian terhadap data dekade terakhir menunjukkan terjadi pemanasan yang signifikan secara regional di Pulau Jawa selama Juli dibandingkan dekade sebelumnya," katanya.

"Hal ini menunjukkan, indikasi perubahan iklim berupa panas dan kering ekstrem dapat terjadi selama musim kemarau hingga Oktober pada tahun ini," kata Erma.

Erma juga mengungkapkan, saat ini muncul sinyal Pacific Decadal Oscillation (PDO). Jika hal ini terjadi, kata dia, maka El Nino memiliki potensi terus berlanjut.

Puncak El Nino

Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati secara terpisah mengatakan, El Nino diprediksi akan bertahan pada level moderat hingga Desember 2023-Januari-Februari 20234. Di saat bersamaan, Indian Ocean Dipole (IOD) positif diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2023.

"Dari hasil monitoring dan analisis, tidak akan naik menuju (El Nino) kuat. Tapi, semakin menurun, yaitu di bulan November-Desember 2023. Masih bertahan El Nino sampai Februari 2024 tapi sudah menuju lemah. Tahun depan, bulan Maret, masih El Nino tapi sudah lemah semakin menuju netral," kata Dwikorita saat jumpa pers virtual, Jumat (8/9/2023).

"Insya Allah, November nanti, angin dari Asia akan masuk dan membawa uap air. Akibatnya, pengaruh El Nino akibat efek dari Samudera Pasifik, ditambah pengaruh dari Samudera Hindia, menjadi lebih rendah. Karena angin dari baratan atau monsun Asia tadi, artinya kalah dengan masuknya musim hujan," pungkasnya.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Peneliti BRIN Ungkap Sampai Kapan Cuaca Panas Mendidih di RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular