Internasional

NATO Diprediksi Bubar Tahun 2025, Ini Biang Keladinya

sef, CNBC Indonesia
06 September 2023 06:05
NATO leaders pose for a group photo in the park of the Cinquantenaire, during a NATO Summit, in central Brussels, Belgium July 11, 2018.  REUTERS/Yves Herman
Foto: NATO (REUTERS/Yves Herman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) diprediksi bubar tahun 2025 nanti. Hal ini diramalkan Phillips Payson O'Brien, Professor di University of St. Andrews Skotlandia.

Penulis "How the War Was Won: Air-Sea Power and Allied Victory in World War II" menuliskan pendapatnya itu di The Atlantic, awal September lalu. Amerika Serikat (AS) dan Eropa disebut berada di ambang perpecahan paling penting dalam hubungan internasional di beberapa dekade terakhir.

"Sejak tahun 1949, NATO telah menjadi pihak yang konstan dalam keamanan dunia. Awalnya merupakan aliansi antara Amerika Serikat, Kanada, dan 10 negara di Eropa Barat, NATO memenangkan Perang Dingin dan sejak itu berkembang hingga mencakup hampir seluruh Eropa," katanya, dikutip CNBC Indonesia, Tabu (6/9/2023).

"Ini merupakan satu-satunya kelompok keamanan paling sukses dalam sejarah global modern. (Namun) negara ini juga mungkin akan runtuh pada tahun 2025," tambahnya.

Menurutnya perang Rusia-Ukraina akan menjadi biang keladi. Hal tersebut akan mempengaruhi internal politik AS dan membawa perpecahan ke NATO.

"Katalis langsung keruntuhan ini adalah perang di Ukraina," tegasnya.

"Ketika faksi dominan dalam salah satu dari dua partai politik besar Amerika tidak melihat pentingnya membantu negara yang berpikiran demokrasi melawan penjajah Rusia," ujarnya lagi.

"Hal ini menunjukkan bahwa pusat spektrum politik telah bergeser sehingga membuat AS tidak berdaya. Sekutu yang kurang dapat diandalkan bagi Eropa," ujarnya.

Secara rinci, ia menggambarkan bagaimana pertentangan terhadap mempersenjatai Ukraina muncul di Kongres AS. Pandangan populer di Partai Republik multi tak ingin membiayai Ukraina.

Bukan hanya Donald Trump, pentolan Republik lain seperti Ron DeSantis dan Vivek Ramaswamy juga memperlihatkan hal yang sama. Ia mengatakan jika mereka memimpin partai itu kebulatan suara NATO dalam perang dengan Rusia itu akan sulit.

"Jika Trump atau salah satu penirunya memenangkan kursi kepresidenan pada November 2024, Eropa akan dihadapkan pada pemerintahan baru Amerika yang akan menghentikan semua dukungan untuk Ukraina," ujar O'Brien memperingatkan.

Ketika itu terjadi, lanjutnya negara-negara Eropa Eropa tidak akan mampu mengganti hilangnya bantuan militer AS. Itu, tegasnya, akan mengakibatkan kekalahan militer bagi Ukraina.

"Jika AS tidak terlibat, Eropa akan terpecah dalam masalah ini, dengan negara-negara Timur dan Baltik yang bersemangat namun tidak mampu untuk terus mengalirkan senjata ke Kyiv," jelasnya.

"Dan negara-negara Barat seperti Perancis dan Jerman kemungkinan besar akan mengupayakan perdamaian dengan Rusia,"katanya.

Ini lah yang akan menjadi keruntuhan NATO. Bakal muncul kepahitan dan ketidakpercayaan.

"Dampak terburuknya adalah perpecahan permanen dalam kerja sama Eropa," ujarnya.

Sebelumnya Rusia menyerang Ukraina sejak Februari 2022. NATO membantu Ukraina dengan memasok senjata meski belum menyetujui kekuatan udara.

Taktik NATO yang Gagal?

Sementara itu, taktik aliansi NATO rupanya diaplikasikan pasukan Ukraina untuk menyerang balik Rusia. Ini seiring dengan masuknya banyak peralatan perang Barat ke negeri itu, mulai dari tank hingga kendaraan lapis baja, yang disumbangkan Amerika Serikat (AS) dan sekutu.

Namun strategi yang dipakai disebut sejumlah analis telah gagal. Mengutip Newsweek meski sekarang Ukraina memiliki senjata gabungan, taktik Barat dan NATO tak akan berhasil tanpa kekuatan udara.

"Agar pendekatan Barat bekerja secara efektif, Anda memerlukan semua elemen," kata Kolonel Angkatan Darat Inggris Hamish de Bretton-Gordon, yang sebelumnya memimpin pertahanan kimia, biologi, radiologi, dan nuklir Inggris dan NATO.

"Dan, elemen kuncinya adalah kekuatan udara," tegasnya.

Menurut de Bretton-Gordon tanpa pesawat Barat untuk menentang kendali Rusia atas langit, upaya pasukan Ukraina hanya setengah-setengah. Ia menilai pertempuran Ukraina bak "satu tangan terikat di belakang punggung".

"Bagi saya, itu adalah bagian terpenting di sini," jelas de Bretton-Gordon lagi.

Ahli lain juga menyebutkan hal senada. Gaya pertempuran NATO sangat bergantung pada pengendalian langit.

"Tidak ada anggota angkatan bersenjata NATO yang masih hidup yang mengalami pertempuran yang mirip dengan yang dialami Ukraina selama 18 bulan terakhir," kata analis strategis di Hague Center for Security Studies (HCSS), Davis Ellison.

"Cara perang darat NATO belum pernah diuji secara serius terhadap musuh negara utama, meskipun telah melakukan investasi dan pelatihan selama puluhan tahun," ujarnya.

Sementara itu, menurut peneliti lain, memang pasukan Ukraina sudah dilatih Barat. Namun kekurangan besar-besaran personel berpengalaman seringkali kali membuat hasil di lapangan berbeda.

"Bisa dibilang, masalahnya adalah asumsi bahwa dengan beberapa bulan pelatihan, unit Ukraina dapat diubah menjadi kuat di banyak pertempuran seperti yang mungkin dilakukan pasukan Amerika,"kata rekan senior di Carnegie Endowment for International Peace, Michael Kofman.

Sejak Juni, Ukraina telah mengumumkan serangan balik ke Rusia. Namun beberapa menilai serangan Ukraina mandek.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article NATO Diramal Runtuh Tahun 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular