Ekonomi Digital ASEAN Diproyeksi Capai US$ 330 Miliar di 2025
Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian digital di ASEAN diproyeksikan akan meningkat hingga mencapai sekitar US$ 330 miliar pada 2025. Proyeksi ini pun didukung oleh implementasi ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) di 2025 saat Keketuaan ASEAN dipegang oleh Malaysia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto di sela-sela ASEAN Business and Investment Summit 2023, Jakarta (3/9/2023) usai pertemuan bilateral dengan Council Members dari ASEAN Business Advisory Council (BAC) Malaysia.
"Proyeksi itu ada karena kawasan ASEAN memiliki sumber daya energi alami yang besar sehingga dapat mendorong permintaan energi global. Itu merupakan keuntungan besar bagi ASEAN. Sebagai bagian dari sustainability, kita juga harus mendorong adanya carbon credit market di ASEAN. Kemudian, pekerjaan rumah kita ke depannya adalah mengembangkan industri hilir sebagai titik kunci dalam rantai pasok global," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Selasa (5/9/2023)
Kawasan ASEAN berpotensi menjadi jangkar stabilitas perekonomian global, sebab kawasan itu terus menunjukkan lintasan pertumbuhan yang menjanjikan. Sepanjang tahun ini, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ASEAN diproyeksi mencapai 4,6% dan di 2024 diproyeksikan akan mencapai 4,8%.
Pertumbuhan PDB tersebut diperkirakan akan sepenuhnya kembali ke tingkat sebelum pandemi pada tahun ini dengan variasi antarnegara. Pada sisi lain, inflasi regional diperkirakan akan melambat namun tekanan harga akan bervariasi antarnegara pada 2023. Foreign direct investment (FDI) dalam bidang manufaktur di ASEAN telah meningkat dua kali lipat selama dekade terakhir, bahkan melampaui China.
Dia menilai ASEAN juga perlu mengambil keputusan strategis yang berdampak. Bidang-bidang strategis yang pernah dibahas dalam Pertemuan Menteri Ekonomi kawasan sebelumnya yakni antara lain tentang bagaimana mendorong pertumbuhan lanskap kendaraan listrik ASEAN.
"Indonesia tertarik untuk melakukan hilirisasi sumber daya alam seperti nikel dan tembaga, serta memiliki fasilitas produksi baterai untuk kendaraan listrik," ujar Airlangga.
Selanjutnya adalah bagaimana memperkuat hubungan perdagangan dan investasi regional, mendorong tindakan pembangunan berkelanjutan yang kolaboratif yaitu misalnya dengan meluncurkan proyek energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga surya, dan menghubungkan ASEAN melalui alat strategis dan sistem pembayaran QR Regional.
"Nantinya, masyarakat Indonesia yang bepergian ke Malaysia, Thailand, Singapura maupun negaranegara ASEAN lainnya akan bisa melakukan pembayaran dengan QR. Kalau di Indonesia sendiri telah dipergunakan QRIS secara luas di banyak merchant. QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia, dan saat ini nilai transaksinya terus meningkat," imbuh Airlangga.
Dia menuturkan bahwa fokus utama ASEAN-BAC adalah melakukan fasilitasi perdagangan, fasilitasi investasi, dan menarik FDI. Selain itu, juga harus mampu mendorong terlaksananya prioritas-prioritas utama untuk memperkuat perdagangan dan investasi intraASEAN. Indonesia sendiri, akan mempermudah proses customs dengan membuat sistem digital yang terintegrasi di antara kementerian/lembaga terkait atau biasa disebut e-goverment.
Dalam pertemuan itu delegasi Malaysia dipimpin oleh Deputy Chairman ASEAN-BAC Malaysia yakni Tan Sri Tony Fernandes, dengan didampingi Council Member Lim Chern Yuan, Executive Director ASEAN-BAC Malaysia Jukhee Hong, serta perwakilan dari beberapa perusahaan besar Malaysia. Berbagai hal dibahas dalam pertemuan tersebut, antara lain tentang perdagangan dan sistem pembayaran lintas batas, serta perkembangan kendaraan listrik (EV).
"Kami sangat excited soal ASEAN, soal Indonesia. Kami harus memuji Pemerintah Indonesia, di mana hal itu membuka mata kita semua bahwa Indonesia sangat progresif (dari sisi ekonomi), juga sangat terbuka serta transparan (dari sisi pemerintahan)," ungkap Tony.
(rah/rah)