RI Dijegal WTO, Bahlil Buka-Bukaan Narasi Politik Asing

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
04 September 2023 19:55
Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2023. (Tangkapan layar Youtube Kementerian Investasi - BKPM)
Foto: Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2023. (Tangkapan layar Youtube Kementerian Investasi - BKPM)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia angkat suara perihal kebijakan Indonesia, khususnya pada hilirisasi nikel dalam negeri yang dijegal oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Bahlil mengungkapkan bahwa tidak ada negara yang menginginkan 'lapak'-nya diambil. Hal itu dikatakan sebagai analogi penjegalan kebijakan hilirisasi nikel di dalam negeri oleh WTO.

"Tentang WTO, diskriminasi, dan deforestasi, ini politik dagang. Tidak ada negara satu pun di dunia ini yang ingin lapaknya diambil negara lain, nggak ada. Ujung-ujungnya kita lihat ini main narasi saja tapi substansi sama," ujar Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (4/9/2023).

Dia menilai bahwa alasan banyak negara menentang hilirisasi nikel dalam negeri dikarenakan ketergantungan mereka terhadap Indonesia. Para negara yang sudah membangun industri nikel di negerinya tidak bisa mendapatkan bahan baku dari Indonesia yang merupakan negara dengan nikel terbanyak di dunia.

"Kenapa dibawa ke WTO, karena industri mereka yang sudah dibangun tidak dapat lagi suplai bahan baku. Andaikan mereka dapat suplai, sudah dengan harga mahal," tambahnya.

Dengan begitu, Bahlil secara tegas mengatakan bahwa Indonesia tidak akan mentolerir aksi negara yang menentang kebijakan Indonesia walaupun dengan meminta bantuan dari organisasi dunia.

"Ketika produksi, jadi akan kalah kompetitif harga dengan produksi yang kita bangun di Indonesia. Kemudian dia pakai lembaga dunia yang mengkaji kembali terhadap izin larangan ekspor komoditas ini. Menurut saya nggak bisa kita tolerir," tandasnya.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun kembali menunjukkan taringnya. Ia menegaskan tak akan mundur melawan Uni Eropa (UE) dalam gugatan larangan ekspor bijih nikel RI di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Sebagaimana diketahui, Indonesia telah resmi dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO pada Oktober 2022 lalu.

"Pada saat kita setop (ekspor bijih nikel) tahun 2020, kita digugat oleh Uni Eropa di WTO. Tahun lalu kita kalah, kalah, kalah tapi saya sampaikan pada menteri, menterinya tanya pada saya. Pak kita kalah, ya tidak apa-apa kalah, tapi jangan mundur. Saya perintahkan banding, kalah, banding. Sudah," ungkap Presiden Jokowi dalam Pembukaan Mahasabha XIII KMHDI 2023, Palu, Rabu (30/8/2023).

Jokowi menjelaskan, bahwa banding gugatan di WTO membutuhkan waktu setidaknya tiga sampai lima tahun. Yang jelas, seiring dengan berjalannya banding gugatan tersebut, fondasi industri atau hilirisasi di Indonesia sudah mengalami penguatan.

"Kalau digugat kita mundur, sampai kapan pun negara ini tidak akan jadi negara maju. Apalagi nanti CPO, pertanian, rumput laut semua masuk hilirisasi. Rumput kaut kita nomor 2 di dunia tapi kita ekspor mentahan, mentahan, mentahan. Diindustrikan, hilirisasikan, nilainya akan kita lihat berapa kali lipat,"

"Masa sejak VOC 400 tahun yang lalu kita ekspor bahan mentah sampe sekarang kita mau terus ekspor bahan mentah? saya tidak," tegas Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga membeberkan lagi keuntungan dari hilirisasi nikel di Indonesia. Ia mencatat, sebelum larangan ekspor bijih nikel berjalan, nilai ekspor yang diperoleh Indonesia hanya Rp30-an triliun. Namun, pasca larangan ekspor dan hilirisasi nilai ekspor melejit hingga menjadi Rp510-an triliun.

"Itu baru satu barang, kita ini punya barang-barang yang lain, komoditas yang lain. Nikel, timah, tembaga, bauksit, batu bara semuanya. satu-satu gak usah tergesa-gesa tapi terus konsisten dan gak usah kita ini takut gara-gara digugat di WTO misalnya, jangan mundur," tutur Presiden Jokowi.


(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Nasib Proyek Kebanggaan Jokowi: Digugat, Dikucilkan & Dijegal

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular