CNBC Insight

Ternyata ASEAN Lahir dari Rapat Rahasia di Warung Kopi

Muhammad Fakhriansyah, CNBC Indonesia
Selasa, 05/09/2023 17:40 WIB
Foto: ASEAN AP/Aijaz Rahi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia jadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN 2023 di Jakarta Convention Center, pada 5-7 September 2023. Pada Keketuaan tahun ini, Indonesia mengusung tema "ASEAN Matters: Epicentrum of Growth".

Tema ini memberikan makna dan peran penting ASEAN bagi ekonomi kawasan dan dunia. Ajang ini merupakan pertemuan tahunan penting bagi pemimpin negara-negara di Asia Tenggara. Total, ada 11 kepala negara ASEAN yang bakal hadir dalam di acara kali ini.

ASEAN sudah eksis sejak 56 tahun silam. Tepat pada 8 Agustus 1967 di Bangkok perwakilan 5 negara mendirikan ASEAN sebagai wadah solidaritas dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia Tenggara. Lima wakil itu antara lain: Thanat Khoman (Thailand), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), Narciso Ramos (Filipina) dan Adam Malik (Indonesia).


Kendati kental dengan nuansa formal, rupanya ide pendirian ASEAN bermula dari obrolan santai para petinggi bangsa di warung kopi dan lapangan golf. Bagaimana ceritanya?

Jalan Buntu

Dari berbagai kajian akademik lain sejarah pendirian organisasi negara-negara di Asia Tenggara didasari oleh situasi Perang Dingin dan keinginan menciptakan wadah solidaritas. 

Shaun Narine dalam "Forty Years of ASEAN: a Historical Review" (2008) menuliskan ide awal adanya organisasi negara Asia Tenggara muncul dari PM Malaysia, Tunku Abdul Rahman pada 1957. 

Bagi Tunku, negara-negara Asia Tenggara harus bekerjasama meningkatkan sektor ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, supaya kemiskinan bisa hilang. Pasalnya, jika kemiskinan dibiarkan maka komunisme akan tumbuh subur. Sebagai orang yang anti-komunis, Tunku tidak ingin terjadi di Asia Tenggara.

Alhasil, dua tahun kemudian dia mengirimkan surat soal idenya itu kepada Indonesia, Thailand, dan Filipina. Bahkan saat mengunjungi Filipina di tahun yang sama, Tunku mencetuskan nama organisasinya adalah Southeast Asia Friendship and Economic Treaty (SEAFET).

Sayang, akibat ketidaksepahaman para pemimpin negara, SEAFET gagal terwujud. Meski begitu, tulis riset "The Development of ASEAN from Historical Approach" (2011), pihak Thailand, yakni Thanat Khoman, menseriusi gagasan ini. 

Sebagai negara yang tidak merasakan pahitnya kolonialisme, Thailand merasa berkewajiban menyatukan negara-negara Asia Tenggara. Namun, upaya ini tak semudah yang dibayangkan. Perbedaan politik antara pemimpin bangsa menjadi masalahnya. Alhasil, upaya lobi-lobi Thailand pun menghasilkan hasil negatif, yakni keberadaan Association of Southeast Asia (ASA) pada 1961.

Di atas kertas pendirian ASA memang positif. Organisasi ini dinilai mampu mempererat persatuan, menciptakan perdamaian di masa ketegangan, dan meningkatkan hubungan ekonomi. Lantas mengapa Thailand memandang ini sebagai hal negatif?

Menurut Thanat Khoman dalam "ASEAN Conception and Evolution", keberadaan ASA hanya sebatas organisasi embrionik yang justru malah memperburuk dan gagal mengatasi situasi. Pasalnya, setelah ASA berdiri terjadi konflik-konflik antar negara Asia Tenggara. Bahkan, Sukarno sendiri mengecam pendirian ASA karena dinilai organisasi 'boneka' Barat.

Hingga akhirnya, riwayat singkat ASA benar-benar berakhir ketika Indonesia-Malaysia melakukan konfrontasi. Tensi politik langsung memanas dan membuat gagasan organisasi Asia Tenggara tak bisa dilakukan. Bahkan, pembentukan ide organisasi serupa seperti MAPHILINDO juga gagal menemui titik terang.

Tuntas di Warung Kopi dan Golf

Kejelasan mengenai pembentukan organisasi regional baru terjadi usai konfrontasi Indonesia-Malaysia mereda di tahun 1963 dan naiknya Soeharto menjadi presiden pada 1966. Soal membahas wacana pembentukan organisasi tak lagi lewat diplomasi formal, tetapi lewat "jalur belakang" yang informal.

Dalam penelusuran sejarawan Christopher Reinhart di Tirto yang membaca koleksi ANRI dari Keluarga Adam Malik menyebutkan upaya membangkitkan kembali wacana tersebut dilakukan Adam Malik saat bertemu diplomat Malaysia Tan Sri Gozali secara rahasia di Bangkok. Pertemuan itu dilakukan di kafe sembari minum kopi dan menghasilkan kesepakatan berakhirnya konfrontasi pada 11 Agustus 1966.

Ketika berakhirnya konfrontasi inilah, Thanat Khomat selaku wakil Thailand memaparkan kembali gagasannya untuk membentuk organisasi regional. Lagi-lagi, upaya ini dilakukan lewat "jalur belakang".

Mengacu pada tulisan Thanat Khoman di laman resmi ASEAN berjudul "ASEAN Conception and Evolution", disebutkan beberapa hari sebelum deklarasi ASEAN para wakil dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand mengadakan pertemuan informal di lapangan golf dan pinggir pantai.

"Para delegasi menjalani pekerjaan sembari liburan ke resor pinggir pantai Bang Saen. Liburan itu dibarengi juga dengan main golf bersama. Pada titik inilah akta pendirian ASEAN berhasil dibuat," tulis Thanat. 

Dari hasil diskusi saat liburan itulah para perwakilan negara pergi ke Bangkok dan mendeklarasikan ASEAN pada 8 Agustus 1967. Menurut Linda Sunarti dalam Persaudaraan Sepanjang Hayat (2014), cara diplomasi pemimpin bangsa Asia Tenggara yang menggunakan konsep kekerabatan kemudian menjadi dasar bagi negara ASEAN mengembangkan mekanisme dialog dalam menyelesaikan persoalan mereka.

"Cara demikian sering dikenal sebagai 'ASEAN Ways'. [...] Dalam konteks kawasan, konsep kekerabatan adalah alat dan mekanisme dalam mendorong dialog bermanfaat," katanya. 


(mfa/mfa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus Bio Farma Bikin Kualitas-Distribusi Vaksin Cs Naik Kelas