
Daun Kratom di RI Tanaman Herbal, Kok Bisa Jadi Narkoba?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengungkapkan akan mengizinkan ekspor Kratom, tanaman herbal yang tumbuh di Asia Tenggara, salah satunya di Indonesia. Permintaan Kratom di pasar ekspor cukup besar terutama datang dari Amerika Serikat.
Melansir situs resmi Badan Narkotika Nasional (BNN), di Indonesia kratom menjadi tanaman endemik yang tumbuh di sejumlah wilayah di Kalimantan. Masyarakat telah memanfaatkan kratom selama berabad-abad sebagai obat alami untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan, seperti dapat meringankan diare, lelah, nyeri otot, batuk, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, meredakan nyeri, mengatasi gangguan tidur, gangguan cemas dan depresi, antidiabetes, hingga untuk antimalaria.
Manfaat kesehatan inilah yang menjadikan kratom di Kalimantan banyak diekspor ke negara-negara Amerika Serikat dan Eropa. Tidak mengherankan jika kratom dianggap sebagai komoditas ekspor yang menjanjikan di Kalimantan.
Namun, potensi ekonomi kratom tersebut rupanya bertolak belakang dengan efek samping yang telah banyak ditemukan di negara pengimpornya. Kasus kecanduan dan kematian akibat kratom menjadikan tanaman ini sebagai tanaman yang berbahaya. Ternyata dibalik manfaat yang sering dirasakan pengguna kratom pada umumnya, kratom juga sebaliknya bisa memberikan efek negatif yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Seorang peneliti zat psikoaktif, Swogger bersama koleganya mengemukakan bahwa sejumlah orang yang mengkonsumsi kratom mengalami efek seperti menggunakan candu. Efek yang dirasakan berupa perasaan rileks dan nyaman, serta euforia jika kratom digunakan dengan dosis tinggi.
![]() Tanaman Kratom. (Dok. Detikcom/Rachman) |
Adapun efek yang ditimbulkan ini disebabkan oleh senyawa mitraginin sebagai senyawa utama yang terkandung dalam daun kratom.
Kratom juga dapat menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak nafas, kejang, dan koma. Efek samping lainnya bisa berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot.
Orang yang menggunakan kratom dalam jangka waktu lama juga dapat menunjukkan gejala-gejala ketergantungan jika kratom dihentikan. Gejalanya meliputi iritabilitas, mual, diare, hipertensi, insomnia, kejang otot dan nyeri, mata berair, demam, dan nafsu makan menurun. Adapun gejala psikologis yang dialami yaitu gelisah, tegang, marah, sedih, dan gugup.
Selain itu, kratom juga dinilai bisa menyebabkan kematian. Meskipun beberapa pengguna kratom merasakan manfaat bagi kesehatan tubuh mereka, tapi tidak sedikit pula yang justru merasakan efek negatif dari kratom. Mengkonsumsi kratom justru bisa membuat koordinasi motorik tubuh terganggu seperti orang mabuk.
Adapun akibat yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan kratom tersebut mulai dari overdosis, kejang, koma, tidak sadarkan diri, sampai kematian. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa kasus penyalahgunaan kratom di negara-negara pengekspor kratom.
Penyalahgunaan kratom yang seringkali dicampurkan dengan bahan-bahan lain lebih banyak menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh. Efek keracunan dapat terjadi jika kratom dicampurkan dengan obat yang bekerja pada reseptor di otak yang sama dengan stimulan dan yang memiliki efek opiat. Campuran ini juga dapat menimbulkan efek kematian, seperti yang terjadi di Swedia, dimana Krypton yang merupakan campuran antara kratom dan tramadol diperjualbelikan secara ilegal dan dilaporkan menimbulkan kematian.
Maka dari itu, pada tahun 2013, UNODC selaku lembaga PBB yang menangani permasalahan narkoba telah memasukan kratom ke dalam New Psychoactive Substances (NPS) kategori Plant-based Substances. Sebagai informasi, NPS merupakan jenis zat psikoaktif baru yang ditemukan namun regulasinya belum jelas atau masih dalam proses. Dengan masuknya kratom ke dalam salah satu jenis NPS, maka penanganan penyalahgunaan kratom perlu menjadi perhatian.
BNN RI juga telah menetapkan kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikan kratom untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
BNN sendiri telah mengemukakan bahwa efek kratom 13 kali lebih berbahaya dari morfin. Lebih lanjut, beberapa negara telah membuat regulasi tentang penggunaan kratom dengan tujuan untuk mencegah penyalahgunaannya. Malaysia telah memberlakukan peraturan larangan menjual dan memiliki kratom sejak Agustus 2003. Jika terbukti bersalah menjual dan memiliki kratom, makan akan didenda sampai RM 10.000 atau di penjara hingga 4 tahun lamanya.
Kratom juga ilegal di Thailand, Myanmar, Australia, serta negara Uni Eropa yang menjadikan kratom sebagai zat yang dikendalikan. Lituania, Rumania, Inggris, Swedia, Finlandia, Burma, dan Korea Selatan melarang penggunaan kratom.
Amerika Serikat belum memiliki regulasi pengendalian kratom, namun di beberapa negara bagiannya ada yang sudah memberlakukan larangan penggunaan kratom seperti di California, Alabama, Arkansas, Tennessee, Indiana, dan Wisconsin.
Di Indonesia, BPOM RI juga memiliki aturan sendiri dalam menangani kratom. Melalui Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, daun kratom disebutkan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan. BPOM juga melarang kratom digunakan dalam obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisa Cuan Gede! RI Mau Ekspor 'Narkoba' Kratom, Ini Barangnya