Tenang! Kemenkeu Jamin Ekonomi Tak Lesu Akibat WFH
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Natham Kacaribu menilai kebijakan kerja dari rumah atau work from home (WFH) yang telah diinstruksikan Kementerian Dalam Negeri demi menekan polusi tak akan membuat ekonomi kembali melemah.
Dia mengatakan, perhitungan ini didasari kinerja ekonomi Indonesia selama masa pandemi Covid-19 yang masih tetap mampu tumbuh meskipun WFH diterapkan dan pembatasan aktivitas masyarakat pada 2021 dan 2022. Konsumsi masyarakat menurutnya juga masih tinggi.
Sebagai informasi, pada 2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 3,69% dari sebelumnya pada 2020 terkontraksi 2,07%. Sementara itu, pada 2022 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,31% dan pada 2023 ditargetkan tumbuh 5,3% dan pada 2024 sebesar 5,2%.
"Jadi enggak terpengaruh. Terbukti waktu kita 2021, 2022, ekonomi kita jalan sangat baik walaupun mayoritas dari kita malah kerja dari rumah dan konsumsi cukup tinggi. Jadi kita akan cukup aman," kata Febrio saat ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Berbeda dengan Kemenkeu, Peneliti Institute Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus memperkirakan WFH tersebut bisa mereduksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, apalagi tujuannya hanya untuk menekan polusi udara yang memburuk saat ini di kawasan Ibu Kota.
Dia memperkirakan dampak polusi itu sendiri bisa menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,02% oleh kebijakan work from home (WFH) atau kerja dari rumah.
"Karena DKI menjadi barometer nasional, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi," kata dia dalam diskusi virtual di kanal YouTube INDEF, Selasa, (22/8/2023).
Heri mengatakan kebijakan WFH inilah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap melambatnya perekonomian Indonesia. Dia mengatakan ekonomi Jakarta paling merasakan dampaknya. Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi ibu kota bisa menurun 0,7%.
Dia mengatakan dengan kebijakan WFH, maka setiap ASN diwajibkan bekerja dari rumah. Dengan demikian, mereka tidak akan mengeluarkan biaya, seperti untuk transportasi atau makan di luar. Dengan demikian, konsumsi masyarakat akan menurun yang pada akhirnya berimbas pada melemahnya pertumbuhan ekonomi.
Dia mengatakan kebijakan WFH hanya bisa dilakukan sebagai solusi sementara upaya mengurangi polusi. Dia mengatakan pemerintah butuh mencari solusi jangka panjang, yakni mengatasi sumber utama penyebab polusi.
Dia menduga penyebab utama polusi itu adalah keberadaan PLTU bertenaga batu bara yang ada di sekitar Jakarta. "Harus ada upaya melakukan program transisi energi secara menyeluruh mulai dari pembangkit listrik energi baru terbarukan," kata dia.
Pemerintah melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada wilayah Jabodetabek juga telah secara resmi mewajibkan kantor-kantor pemerintahan se-Jabodetabek menerapkan kerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi 50 persen aparatur sipil negara (ASN) untuk menekan polusi udara.
ASN yang mengurus layanan publik esensial tetap masuk 100 persen. Adapun perusahaan swasta diminta mengikuti penerapan WFH 50 persen meskipun sifatnya tak ada kewajiban bagi perusahaan swasta untuk mengikuti pembatasan.
(haa/haa)