Bye China! RI & Tetangga Bakal Merapat ke Negara Ini

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
21 August 2023 18:49
Ilustrasi Bendera India. AP/
Foto: Ilustrasi Bendera India. AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - ASEAN termasuk Indonesia melirik penguatan kerja sama dengan India pada saat perekonomian China tengah melemah. Ini akan menjadi sorotan khusus dalam pertemuan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting 22-25 Agustus 2023 di Jakarta.

Direktur Departemen Internasional Bank Indonesia Iss Savitri Hafid mengatakan, para menteri dan gubernur bank sentral se ASEAN dalam pertemuan itu tidak hanya membahas secara khusus perlambatan ekonomi China dan dunia, melainkan strategi dalam merespons perlambatan tersebut.

"Jadi bukan perlambatan China tapi lebih kepada kitanya mau ngapain, setelah itu jadi biasanya lebih ke statement economic global seperti apa, lalu kita mau ngapain, jadi enggak khusus dibahas perlambatan Chinanya sih," kata Iss saat ditemui di kawasan Senen, Jakarta, Senin (21/8/2023).

Iss mengatakan, salah satu opsi untuk merespons perlambatan ekonomi China itu ialah melirik sumber pertumbuhan baru untuk perdagangan internasional negara-negara ASEAN. Yang tengah menjadi sorotan menurutnya adalah India.

"Biasakan kita anchoring ke China, ini China seperti ini, terus kita juga melihat India lagi potensi. Jadi akan kita bahas bagaimana itu mempengaruhi prospek dan challenges di regional di ASEAN dengan memanfaatkan dinamika di China dan India," tegas Iss.

India dan China secara spesifik dibahas oleh para otoritas fiskal dan moneter negara-negara ASEAN dalam Keketuaan Indonesia ini lantaran memiliki keterhubungan yang besar dengan negara-negara kawasan. Maka, antisipasinya dilakukan sejak dini saat tanda-tanda ekonomi China mulai melemah tahun ini.

"Cukup besar spill overnya ke ASEAN kan itu, jadi masuk ke pembahasan. Kita sudah minta IMF, AMRO (ASEAN +3 Macroeconomic Research Office) ada kajiannya enggak agar kita bisa bahas dan menjadi diskusi para gubernur dan menteri keuangan," paparnya.

Mengutip catatan tim riset CNBC Indonesia, Ekonomi China yang dikabarkan tengah menghadapi tekanan beruntun, mulai dari lesunya konsumsi masyarakat, inflasi yang rendah atau mengalami deflasi, sektor manufaktur yang melambat, dan krisis yang menimpa beberapa sektor mulai dari properti hingga perbankan bayangan (shadow banking), menjadi kabar buruk di pekan ini.

Pekan ini, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China dan era suku bunga tinggi The Fed menjadi momok buat pasar global.

Bank sentral China PBoC mempertahankan loan prime rate pada Juli lalu masing-masing 3,55% untuk 1 tahun dan 4,2% untuk 5 tahun. Setelah Tiongkok mencatatkan deflasi sebesar 0,3% (yoy) pada Juli lalu, publik pun kini menunggu kebijakan apa yang akan dilakukan PBoC untuk mengerek konsumsi masyarakat China.

PBoC pada Selasa (15/8/2023) kembali memangkas suku bunga untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir. Hal ini terjadi setelah Negeri Tirai Bambu melaporkan deflasi untuk pertama kalinya sejak 2021.

PBOC mengatakan pihaknya menurunkan suku bunga 15 basis poin menjadi 2,50% dari angka 2,65% sebelumnya. Penurunan ini ditujukan kepada fasilitas pinjaman jangka menengah satu tahun atau yang dikenal dengan MLF.

Kinerja perdagangan China kembali merosot tajam pada Juli 2023. Hal ini disebabkan lemahnya permintaan global, yang mengancam pemulihan ekonomi Negeri Tirai Bambu.

Data Bea Cukai China pada Selasa (8/8/2023) menunjukkan impor turun 12,4% pada Juli secara tahunan, jauh di bawah ekspektasi sebelumnya dengan penurunan sebesar 5%. Setali tiga uang, ekspor terkontraksi 14,5%, juga di bawah ekspektasi sebesar 12,5%.

Laju penurunan ekspor ini adalah yang terbesar sejak awal pandemi pada 2020. Penurunan impor juga menjadi yang terdalam sejak Januari tahun ini.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Panas! India Tiba-Tiba Semprot China, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular