Manuver Jokowi & Sri Mulyani Kelola Utang di Tahun Terakhir

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memetakan risiko terhadap beban pembiayaan anggaran dalam anggaran terakhir masa kepemimpinannya. Ini sebagaimana termuat dalam Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2024.
Pembiayaan anggaran pada 2024 sendiri telah didesain sebesar Rp 522,8 triliun, terdiri dari pembiayaan utang Rp 648,1 triliun dan pembiayaan investasi yang minus Rp 176,2 triliun. Total pembiayaan anggaran itu naik dari perkiraan realisasi APBN 2023 sebesar Rp 486,4 triliun.
Dalam Nota Keuangan 2024, disebutkan bahwa kebutuhan pembiayaan ini merupakan bagian dari upaya pemulihan ekonomi setelah terdampak Pandemi Covid-19 sejak 2020. Besaran pembiayaan anggaran ini pun memiliki risiko terhadap pengelolaan utang.
"Membawa dampak secara langsung pada risiko pengelolaan utang yang mencakup risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, risiko refinancing, serta risiko shortage pembiayaan," dikutip dari Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2024, Senin (21/8/2023).
Dari sisi risiko tingkat bunga yang akan menambah beban anggaran, pemerintah meyakini tak akan besar. Ini mereka dasari dari sejumlah indikator, salah satunya adalah Variable Rate (VR) atau rasio tingkat bunga mengambang terhadap total utang yang terus menurun, bahkan hingga 2024.
Pada 2019, rasio VR mencapai 9,8%. Pada 2020 rasio VR meningkat yang didorong oleh penerbitan SBN kepada Bank Indonesia (BI) sebagai bentuk
implementasi SKB Pemerintah dan BI untuk mendukung pemenuhan pembiayaan APBN dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19 dan PEN.
Namun, rasio VR yang berasal dari utang di luar SBN kepada BI hanya sebesar 8,6 persen per Juni 2023, sedangkan rasio VR secara keseluruhan sebesar 19,2%. Namun, pemerintah meyakini, rasionya akan turun dalam jangka menengah.
"Dalam jangka menengah, rasio VR diperkirakan akan terus menurun seiring jatuh tempo SBN SKB II dan III yang sebagian besar akan dibiayai kembali melalui penerbitan SBN dengan tingkat bunga tetap," dikutip dari buku Nota Keuangan.
Di sisi lain, pemerintah percaya diri bahwa kenaikan tingkat bunga oleh otoritas moneter global tidak akan signifikan memengaruhi risiko tingkat bunga karena laju inflasi yang mulai menurun.
Dari sisi risiko nilai tukar, juga pemerintah anggap tak akan signifikan membebani APBN 2024. Didasari pada rasio utang valas atau foreign exchange (FX) terhadap total utang. Angkanya turun dari 2019 sebesar 37,9% menjadi 27,5% pada Juni 2023.
Penurunan rasio utang valas ini dampak dari implementasi strategi untuk mengutamakan penerbitan utang baru dalam denominasi rupiah dengan meningkatkan partisipasi investor domestik, baik institusi maupun ritel.
Adapun risiko pembiayaan kembali atau refinancing risk tercermin dari rasio jatuh tempo utang dalam 1, 3, dan 5 tahun terhadap total utang dan average time to maturity (ATM). Rasio jatuh tempo utang dalam 1 tahun turun dari 8,1 persen pada 2019 menjadi 6,4 persen 2021 dan sedikit meningkat hingga mencapai 8,2 persen pada Juni 2023.
Sementara itu, rasio utang jatuh tempo dalam 5 tahun rata-rata sekitar 41,3% dan ATM di kisaran 8,2-8,6 tahun, lebih tinggi dibandingkan target jangka menengah yakni minimal 7 tahun. Dengan demikian, pemerintahan Jokowi 'pede' risiko gagal bayar kecil karena waktunya lebih panjang untuk persiapan memenuhi kewajiban pembayaran.
Terakhir, untuk risiko shortage pembiayaan pemerintah anggap kecil hingga menyebabkan pemerintah berpotensi default atau gagal memenuhi kebutuhan pembiayaan.
Berdasarkan pemetaan risiko ini, pemerintah khususnya Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga telah menetapkan sejumlah strategi untuk meredam risiko pembiayaan anggaran itu.
Di antaranya mengoptimalkan potensi pendanaan dari sumber utang dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang luar negeri hanya sebagai pelengkap. Lalu, memprioritaskan penerbitan utang baru dengan tenor menengah panjang dan tingkat bunga tetap hingga diversifikasi pembiayaan yaitu tidak hanya mengandalkan pada penerbitan SBN, tetapi juga melakukan pengembangan pembiayaan kreatif.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cuma 1,65% PDB, Defisit APBN 2023 Terendah Sejak 2011