Proyeksi BPJS Kesehatan 2024: Iuran Tetap, Klaim Melonjak!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
21 August 2023 07:57
Ilustrasi BPJS Kesehatan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi BPJS Kesehatan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo optimistis, neraca Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan masih akan surplus pada 2024. Meskipun, dihadapkan pada berbagai risiko, salah satunya terus meningkatnya rasio klaim di tengah tak adanya perubahan tarif iuran.

Dikutip dari Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2024 kondisi keuangan DJS Kesehatan sampai dengan 2024 masih akan surplus akibat kebijakan masa pandemi Covid-19, di mana biaya kesehatan masih ditanggung Pemerintah. Kendati demikian, besaran surplus tidak terungkap secara spesifik.

Di tengah potensi surplus dana DJS yang dikelola oleh BPJS Kesehatan ini hingga 2024, pemerintah menilai akan terjadi peningkatan rasio klaim hingga 2027. Mulanya, pada 2022 diperkirakan rasio klaim 79,2%, namun merangkak naik pada 2023 menjadi 100,4%, 2024 bergerak ke 114,7% dan pada 2027 menjadi 133,7%.

"Peningkatan rasio klaim tersebut disebabkan adanya peningkatan utilisasi layanan kesehatan disertai penyesuaian tarif layanan kesehatan pada tahun 2023," sebagaimana tertera dalam Buku Nota Keuangan 2024, dikutip Senin (21/8/2023).

Terus meningkatnya rasio klaim tersebut pemerintahan Presiden Jokowi anggap dapat memberikan tekanan yang cukup signifikan terhadap ketahanan DJS Kesehatan. Ini ditambah adanya risiko dari sisi penerimaan iuran, belanja manfaat, hingga pengelolaan dana investasi.

Risiko klaster penerimaan iuran diantaranya belum optimalnya kolektabilitas iuran peserta PBPU dan BP, serta pengelolaan penagihan iuran pada segmen PBPU, BP, dan segmen PPU Badan Usaha kurang efektif.

Sementara itu, risiko pada klaster belanja manfaat antara lain: (1) perubahan kondisi pandemi menjadi endemi sehingga biaya pelayanan untuk kasus Covid-19 menjadi jaminan manfaat program JKN; dan (2) peningkatan utilisasi akibat kenaikan kasus rujukan internal pascapandemi Covid-19, seiring dengan berlakunya penyesuaian tarif pelayanan kesehatan dan penambahan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

Dari sisi klaster investasi DJS, risiko bersumber dari kondisi pasar diantaranya: (1) volatilitas parameter ekonomi dan keuangan yang menyebabkan deviasi yang signifikan dengan asumsi yang ditetapkan; dan (2) risiko perubahan tingkat suku bunga acuan yang dapat mengubah return investasi DJS Kesehatan.

Dengan adanya risiko itu, pemerintah juga mendesain mitigasinya. Untuk klaster penerimaan risikonya dimitigasi dengan cara: (1) optimalisasi penyediaan data dan peningkatan akurasi serta analisis data potensi peserta program JKN-KIS; (2) melakukan inovasi sumber pendanaan dalam perluasan cakupan kepesertaan JKN-KIS; serta (3) meningkatkan efektivitas dan intensitas pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan terhadap pemberi kerja dan peserta.

Mitigasi risiko dalam klaster belanja manfaat dilakukan melalui: (1) memastikan perluasan akses pelayanan dan peningkatan kepatuhan faskes; (2) koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk penyempurnaan sistem rujukan berjenjang; (3) digitalisasi klaim untuk meningkatkan kualitas klaim dan pemanfaatan machine learning pada area verifikasi; dan (4) penguatan tools deteksi pencegahan kecurangan.

Selain itu, mitigasi risiko dalam klaster pengelolaan investasi dilakukan melalui: (1) kesesuaian durasi penempatan aset investasi dengan liabilitas DJS Kesehatan untuk mengoptimalkan hasil investasi; (2) melakukan penjualan/realisasi sebagai upaya meminimalkan risiko penurunan harga surat utang korporasi/obligasi yang diakibatkan adanya perubahan suku bunga di pasar; (3) optimalisasi komposisi deposito pada Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 3 dan 2 untuk mendapatkan suku bunga kompetitif; serta (4) penempatan investasi dengan memperhatikan tingkat kesehatan dan risiko perbankan.

Sebelumnya, Anggota DJSN Muttaqien mengatakan, kondisi surplus DJS Kesehatan masih akan terjaga dari sisi surplus aset neto BPJS Kesehatan hingga 31 Desember 2023 yang sebesar Rp 56,50 triliun. Namun, pada 2025 tepatnya pada periode Agustus-September, akan muncul defisit sekitar Rp 11 triliun.

"Agustus atau September itu kira-kira mulai ada defisit dari BPJS Kesehatan dana DJS Kesehatan ini. Kami sampaikan hitung sekitar Rp 11 triliun lah ya," tuturnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dirut BPJS Kesehatan Beberkan Inovasi JKN di Forum AeHIN

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular