Diserang Faisal Basri Soal Hilirisasi, Jokowi Lugas Sebut Ini

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
Jumat, 18/08/2023 13:50 WIB
Foto: Presiden Joko Widodo memimpin apel kehormatan dan renungan suci tepat pukul 00.00 WIB, Kamis (17/8/2023) di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (Instagram @jokowi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara lugas menjawab kritikan pedas Ekonom Senior INDEF Faisal Basri terkait program hilirisasi yang saat ini tengah digencarkan pemerintah.

Presiden Jokowi menyebut, sejak dilakukannya program hilirisasi, terutama ketika pemerintah menghentikan ekspor bijih nikel pada 2020 lalu, investasi hilirisasi nikel bertumbuh pesat.

Bahkan, lanjutnya, kini ada 43 pabrik pengolahan nikel telah dibangun.


"Sebagai gambaran, setelah kita stop ekspor nickel ore di 2020. Investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat kini telah ada 43 pabrik pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru 1 komoditas. Dan jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel tembaga bauksit CPO dan rumput laut," ungkap Jokowi saat memberikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI - DPD RI Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Jokowi menyadari, program hilirisasi di awal ini akan terasa pahit, khususnya bagi eksportir bahan mentah. Namun dia pun memastikan bahwa program ini akan berbuah manis ke depannya.

"Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi. Saya pastikan Ini akan berbuah manis pada akhirnya. Terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia," tuturnya.

Presiden pun membeberkan, program hilirisasi akan meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia dalam 10-22 tahun ke depan.

Berdasar hitung-hitungannya, perkiraan dalam 10 tahun pendapatan per kapita Indonesia akan capai Rp 153 juta (US$ 10.900). Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita akan capai Rp 217 juta (US$ 15.800). Dan dalam 22 tahun, pendapatan per kapita akan capai Rp 331 juta (US$ 25.000).

Sebagai perbandingan, tahun 2022, pendapatan per kapita Indonesia berada di angka Rp 71 juta.

"Artinya dalam 10 tahun lompatannya bisa 2 kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai, pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing kita. Berdasar International Institute for Management Development (IMD), daya saing kita di 2022 naik dari rangking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia," jelasnya.

Presiden mengatakan, kebijakan hilirisasi ini penting untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, sehingga bermanfaat untuk menyejahterakan rakyat Indonesia.

"Kaya SDA saja tidak cukup, jadi pemilik saja tidak cukup karena itu akan membuat kita menjadi bangsa pemalas yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya. Tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan. Saya ingin tegaskan Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya. Dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi," paparnya.

"Hilirisasi yang ingin kita lakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisir dampak lingkungan," ujarnya.

Sebelumnya, Ekonom Senior INDEF Faisal Basri Faisal sempat mengatakan bahwa hilirisasi nikel di Indonesia hanya menguntungkan industrialisasi China. Dia mengatakan bahwa angka yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa RI sukses meraup Rp 510 triliun dari hilirisasi nikel tidak jelas juntrungannya.

Faisal pun menyebut, perusahaan smelter nikel bebas pajak keuntungan badan karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih.

"Jadi, nihil pula penerimaan pemerintah dari laba luar biasa yang dinikmati perusahaan smelter nikel. Perusahaan-perusahaan smelter China menikmati "karpet merah" karena dianugerahi status proyek strategis nasional. Kementerian Keuanganlah yang pada mulanya memberikan fasilitas luar biasa ini dan belakangan lewat Peraturan Pemerintah dilimpahkan kepada BKPM," paparnya.

"Apakah perusahaan smelter China tidak membayar royalti? Tidak sama sekali. Yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor," bebernya.

Faisal pun tak segan menyebut bahwa kebijakan hilirisasi saat ini yaitu hilirisasi ugal-ugalan.

"Kita mendukung sepenuhnya industrialisasi, tetapi menolak mentah-mentah kebijakan hilirisasi nikel dalam bentuknya yang berlaku sekarang," ucapnya.

"Hilirisasi ugal-ugalan seperti yang diterapkan untuk nikel sangat sedikit meningkatkan nilai tambah nasional. Nilai tambah yang tercipta dari kebijakan hilirisasi dewasa ini hampir seluruhnya dinikmati oleh China dan mendukung industrialisasi di China, bukan di Indonesia," lanjutnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Bahlil Ungkap "Titah" Prabowo