
Reaksi Sri Mulyani & Anak Buahnya Soal Bea Keluar Freeport Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara perihal keberatan besaran bea keluar ekspor konsentrat tembaga yang diajukan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Menurut dia, pihaknya akan melihat mekanisme apa yang dapat dilakukan ke depan mengenai persoalan tersebut. Namun yang pasti, Kemenkeu juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan kementerian/lembaga terkait.
"Ya nanti kita lihat mekanismenya saja ya. Ya kita nanti koordinasi dengan kementerian/lembaga yang lain," ucapnya saat ditemui usai konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2024 di Jakarta, Rabu (16/08/2023).
Sementara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan pengenaan bea keluar untuk PTFI sudah sesuai aturan yang berlaku.
Hal tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral. "Yang jelas kita memang melihat PP nya mengatakan bea keluar itu bentuknya prevailing, jadi itu sesuai dengan peraturan jadi tidak ada yang bingung," kata Febrio.
Oleh sebab itu, ia menilai PTFI tidak perlu merasa keberatan dengan adanya kebijakan yang baru saja diterapkan pemerintah ini. "Saya rasa gak perlu (ketemu), ini sudah jelas persyaratan perundang-undangannya nanti kita lihat dan evaluasi bersama," tambahnya.
Sebelumnya, Freeport-McMoRan Inc. (FCX) berencana mengajukan banding kepada pemerintah Indonesia menyusul adanya aturan baru mengenai tarif bea keluar untuk produk hasil olahan mineral logam.
Mengutip, dokumen pengajuan di Securities and Exchange Commission (SEC) AS, perusahaan raksasa pertambangan asal AS ini menyebut anak usahanya yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) sejatinya telah diberikan izin ekspor untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga pada 24 Juli 2023.
Meski demikian, Freeport keberatan dengan adanya pengenaan bea keluar yang diberlakukan pemerintah baru-baru ini.
Pasalnya, apabila mengacu ketentuan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI yang efektif pada 2018 lalu, perusahaan seharusnya tidak lagi dikenakan bea keluar konsentrat setelah progres smelter mencapai 50%.
Sebagaimana diketahui pada pertengahan Juli kemarin, Kementerian Keuangan menerbitkan revisi bea masuk berbagai ekspor produk, termasuk konsentrat tembaga.
Di mana bagi perusahaan dengan progres smelter mencapai 70-90 persen akan dikenakan bea keluar sebesar 7,5 persen pada semester kedua 2023, dan naik menjadi 10 persen pada tahun 2024.
Kemudian, bagi perusahaan dengan progress pembangunan smelter di atas 90 persen, bea keluar yang dikenakan yakni sebesar 5 persen pada periode semester kedua 2023 dan naik menjadi 7,5 persen pada 2024.
"PTFI terus membahas penerapan peraturan yang telah direvisi dengan pemerintah Indonesia dan akan menggugat, dan mencari pemulihan, penilaian apapun," tulis perusahaan, dikutip Senin (7/8/2023).
Sementara jika mengacu pada aturan sebelumnya, PTFI seharusnya dibebaskan tarif bea keluar apabila pembangunan proyek smelter telah melebihi 50%. Hal ini sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diberikan pemerintah untuk PTFI merujuk pada PMK 164 Tahun 2018.
Berikut ketentuannya:
- Tahap I dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan sampai dengan 30 (tiga puluh persen) dari total pembangunan, maka perusahaan akan dikenakan bea keluar 5%.
- Tahap II, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari total pembangunan, akan dikenakan bea keluar 2,5%.
- Tahap III, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total pembangunan dikenakan bea keluar 0%.
Hingga sampai saat ini, perusahaan menyampaikan bahwa progress pembangunan proyek smelter tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur telah mencapai 75%. Proyek smelter ini ditargetkan tuntas pada 2024 mendatang.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Bawa "Oleh-oleh" dari G-20 India