Pantas Cadangan Nikel RI 'Sekarat', Ini Biang Keroknya..

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
14 August 2023 17:35
Trucks load raw nickel near Sorowako, Indonesia's Sulawesi island, January 8, 2014. REUTERS/Yusuf Ahmad
Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesian Mining Association (IMA) mendorong pemerintah untuk bisa mengambil kebijakan agar pembangunan smelter nikel kelas satu yang memproduksi Nikel Pig Iron (NPI) dan Fero Nikel (FeNi) segera dibatasi.

Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif IMA, Djoko Widajatno mengatakan bahwa hal itu mengingat cadangan nikel di Indonesia yang semakin menipis, dan diprediksi bisa habis dalam kurun waktu 7 tahun lagi.

Djoko mengatakan bahwa menipisnya cadangan nikel dalam negeri dikarenakan meningkatnya kebutuhan pasokan smelter tingkat satu jika rencana pembangunan smelter nikel beroperasi keseluruhan.

"Akan tetapi kondisinya sekarang dengan adanya integrated smelter dan stand alone smelter jumlah integrated itu 22 sampai dengan rencana 28 dan yang integrated itu kalau semuanya jadi 104 berarti ada 132 smelter. Nah kalau kita lihat 132 dibanding 22 smelter yang diencanakan tentu kebutuhan bijihnya itu akan melambung 4 kali jadi 497 atau 400 juta wet ton nikel ini yang menyebabkan umurnya jadi 7 tahun," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, Senin (14/8/2023).

Selain itu, dia mengatakan bahwa pembangunan hingga total 136 smelter itu diperkirakan akan selesai pada tahun 2025 mendatang. Saat ini, Djoko mengatakan bahwa kebutuhan akan nikel masih pada kisaran 200 juta ton per tahun.

"Tapi ini kan hitungan akhir yang diperkirakan selesainya nanti yang 136 (smelter) itu di tahun 2025. Sementara ini masih di kisaran 200 juta ton, jadi saya yakin masih bisa 7 tahun dengan fungsi yang sekarang," tambahnya.

Dengan begitu, dia mengharapkan Indonesia bisa membangun industri hilirisasi nikel lebih jauh lagi. Walaupun memang masih ada permasalahan yakni pembangunan industri lanjutan yang membutuhkan waktu hingga 4 tahun sedangkan cadangan nikel kian menipis.

"Jadi harapannya membangun industri hilirisasi selesai, tapi industri berikutnya kita siapkan dan mumdah-mudahan selesai dan masih kebagian bahan baku harapannya gitu. Karena bangun industri kan 3 tahun 4 tahun. Nah kalau 7 tahun kan cuma 2 kali umur bahan yang ada kan," tandasnya.

Di sisi lain, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel.

"Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Senin (14/8/2023).

Rizal menjelaskan, bijih nikel terbagi menjadi dua jenis. Pertama, bijih nikel kadar tinggi di atas 1,5% atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Jenis kedua adalah bijih nikel kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hidrometalurgi atau High Pressure Acid Leaching (HPAL).

Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa cadangannya tidak sebanyak limonit. Pihaknya memperkirakan bahwa umur cadangan saprolit di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Ini dengan asumsi penyerapan bijih nikel kadar tinggi mencapai 460 juta ton per tahun.

"Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton (per tahun) apabila semua smelter dibangun," bebernya.

Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa bertahan hingga 33 tahun ke depan. "Untuk limonit, data yang di bawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cegah Nikel RI Gak Cepat Ludes, Ini Jurus Anak Buah Luhut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular