Faisal Basri Sebut Jokowi Menyesatkan, Deputi Luhut Maju Bela
Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto ikut buka suara soal program hilirisasi nikel di Tanah Air.
Berawal dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan, hilirisasi nikel mampu menghasilkan nilai ekspor yang melejit hingga puluhan kali lipat menjadi US$ 33,8 miliar atau sekitar Rp 510 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$) pada tahun 2022 lalu.
Padahal, jika dibandingkan periode tahun 2014-2015, sebelum program hilirisasi dijalankan, nilai ekspor nikel yang masih berupa bijih hanya tembus US$ 1,1-2,1 miliar.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri pun mempertanyakan dasar pernyataan Presiden tersebut.
Dalam blog pribadinya, Faisal Basri menuliskan, pernyataan Presiden tidak memiliki sumber dan dasar perhitungan yang jelas.
Menanggapi 'perdebatan' tersebut, Seto pun angkat bicara. Dalam penjelasan panjang menjawab klaim Faisal Basri, Seto mencantumkan judul 'Sesat Beerfikir Hilirisasi Faisal Basri' pada keterangannya, diterima CNBC Indonesia, Sabtu (12/8/2023).
"Saat perjalanan pesawat dari New York ke Jakarta, saya mendapatkan pesan bertubi-tubi dari beberapa rekan wartawan terkait dengan bantahan dari Faisal Basri terhadap statement Bapak Presiden terkait dengan hilirisasi nikel," katanya.
"Bantahan utama Faisal Basri adalah hilirisasi nikel 90% hanya menguntungkan investor China dan data-data yang disampaikan oleh Presiden Jokowi menyesatkan," ujar Seto.
Dia pun menjabarkan ada 5 klaim yang dilontarkan Faisal Basri merespons pernyataan Presiden Jokowi, tidak tepat.
Kelima klaim itu adalah:
- angka ekspor produk hilirisasi nikel Rp 510 trilyun yang disampaikan Presiden Jokowi salah
- pemerintah mendapatkan pajak dan penerimaan negara yang lebih kecil dengan melarang ekspor bijih nikel
- pemerintah memberikan harga bijih nikel "murah" kepada para smelter
- nilai tambah hilirisasi nikel 90% dinikmati investor China
- kebijakan hilirisasi nikel tidak menimbulkan pendalaman industri karena kontribusi industri pengolahan terhadap PDB justru menurun.
Dia pun menjabarkan kesalahan-kesalahan Faisal Basri dalam kelima klaim tersebut.
"Kesalahan utama Faisal Basri disini adalah tidak update terhadap perkembangan hilirisasi di Indonesia, sehingga dia hanya memasukkan angka ekspor besi dan baja senilai US$ 27,8 miliar atau Rp 413,9 triliun," katanya.
"Padahal hilirisasi nikel kita juga memproduksi bahan lithium baterai seperti nickel matte dan Mixed Hydrate Precipitate (MHP) yang tergabung dalam HS Code 75. Tahun 2022, nilai ekspor nickel matte dan MHP adalah US$ 3,8 miliar dan US$ 2,1 miliar. Selain itu masih ada beberapa turunan nikel di HS Code 73," jelas Seto.
Jika angka ekspor semuanya di total maka angkanya adalah US$ 34,3 miliar atau Rp 510,1 trilyun.
"Tepat sesuai yang Presiden Jokowi sampaikan," tukasnya.
Penjelasan Seto itu memuat 34 poin yang secara blak-blakan merespons adu argumen antara Faisal Basri dan Presiden soal hilirisasi nikel.
"Ada satu pertanyaan yang cukup banyak saya peroleh akhir-akhir ini, yaitu bagaimana kelanjutan program hilirisasi dan transformasi ekonomi setelah Presiden Jokowi selesai pada tahun 2024? Pertanyaan seperti ini cukup bertubi tubi saya terima," katanya.
"Jawabannya tentu saja akan berlanjut karena ini sudah menjadi program pemerintah. Meskipun saya tidak tahu apakah para investor ini puas dengan jawaban saya," kata Seto.
(dce/dce)