ESDM Soal Eks Dirjen Minerba Jadi Tersangka: Kami Prihatin!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pihaknya prihatin atas kasus korupsi pertambangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Pasalnya, dua tersangka terbaru terkait kasus dugaan korupsi tersebut berasal dari Kementerian ESDM. Kemarin, Rabu (09/08/2023), Kejaksaan Agung (Kejagung) RI baru saja menetapkan dua tersangka baru terkait kasus ini.
Kedua tersangka tersebut merupakan pejabat Kementerian ESDM yakni mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dan pejabat berinisial HJ sebagai Sub Koordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan bahwa pihaknya prihatin dengan apa yang terjadi di Blok Mandiodo tersebut.
Agung mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati seluruh proses hukum yang akan dijalankan.
"Kami prihatin dengan apa yang terjadi dan kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan," jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Namun demikian, Agung juga mengatakan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan pelayanan dalam perizinan. Selain itu, dia mengatakan pihaknya akan memperbaiki sistem, khususnya di Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM.
"Ini jadi bagian penting bagi kami untuk meningkatkan pelayanan dalam perizinan, perbaikan sistem, dan pelayanan khususnya di Ditjen Minerba," tambahnya.
Dengan ditetapkannya Ridwan dan HJ sebagai tersangka, maka Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah menetapkan 10 orang tersangka pada kasus dugaan tipikor Blok Mandiodo ini.
Seluruh tersangka berasal dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pejabat dari Kementerian ESDM. Hingga saat ini, proses penyidikan masih terus dalam tahap pengembangan.
Adapun kronologi dan peran Ridwan dalam kasus korupsi ini di antaranya sebagai berikut:
- Pada tanggal 14 Desember 2021, tersangka Ridwan Djamaluddin memimpin rapat terbatas guna membahas dan memutuskan untuk melakukan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan, hal itu sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.
- Akibat pengurangan atau penyederhanaan aspek penilaian tersebut, maka PT Kabaena Kromit Pratama yang sudah tidak memiliki deposit nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya, mendapatkan kuota pertambangan Ore Nikel (RKAB) Tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitar Blok Mandiodo.
- Pada kenyataannya, RKAB tersebut digunakan atau dijual oleh PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining untuk melegalkan pertambangan Ore Nikel di lahan milik PT Antam, Tbk seluas 157 hektar yang tidak mempunyai RKAB. Hal yang sama juga dilakukan terhadap lahan milik PT Antam, Tbk yang dikelola oleh PT Lawu Agung Mining berdasarkan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Antam, Tbk dan Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara/Konawe Utara.
Lalu peran tersangka HJ sebagai berikut:
- Tersangka HJ bersama dengan Tersangka SW dan Tersangka YB telah memproses permohonan RKAB PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor: 1806K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018, melainkan mengacu pada perintah tersangka Ridwan Djamaluddin berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember yang tersebut di atas.
(wia)