Hilirisasi Cuan Rp510 T, Tapi Nikel RI Terancam Punah!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
09 August 2023 08:05
Kegiatan operasi smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (CNBC Indonesia/Lucky Leonard Leatemia)
Foto: Kegiatan operasi smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (CNBC Indonesia/Lucky Leonard Leatemia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) kerap membanggakan keberhasilan hilirisasi nikel melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. Dengan hilirisasi, nilai tambah ekspor nikel ke luar negeri melejit puluhan kali lipat menjadi US$ 33,8 miliar atau Rp510-an triliun di tahun 2022.

Namun tak disangka, keuntungan hilirisasi nikel yang diperoleh Indonesia sendiri membawa dampak terhadap umur cadangan nikel di tanah air. Produksi nikel diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan tatkala pembangunan smelter dengan fase setengah yang terus diperbolehkan.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rizal Kasli mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel jika belum ditemukan cadangan nikel baru yang tersedia di Indonesia.

"Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Selasa (8/8/2023).

Rizal menjelaskan, nikel sendiri tebagi menjadi dua jenis yakni nikel dengan kadar tinggi atau saprolit yang diproses melalui smelter pirometalurgi. Jenis kedua adalah nikel dengan kadar rendah atau limonit yang diproses melalui smelter hifdrometalurgi.

Khusus jenis saprolit, Rizal menjelaskan bahwa umur cadangan di Indonesia paling lama hanya mencapai 7 tahun lagi. Itu apabila semua smelter nikel di Indonesia beroperasi baik yang eksisting maupun yang baru.

"Kami kira apabila semua smelter terutama yang pirometalurgi selesai dibangun, cadangan saat ini bertahan sekitar 5-7 tahun, karena jumlah kebutuhan nikel 460 juta ton apabila semua smelter dibangun," bebernya.

Sedangkan, untuk jenis nikel kadar rendah atau limonit, Rizal mengatakan bahwa dengan cadangan yang ada saat ini bisa tahan hingga 33 tahun ke depan. "Untuk limonit, data yang dibawah 1,5% kadarnya, untuk apabila semua refinery atau smelter hidrometalurgi selesai dibangun, bertahan sekitar 33 tahun kurang lebih," tandasnya.

Kabar terakhir, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini masih belum melakukan pembatasan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) kelas dua yaitu untuk produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Feronikel (FeNi).

Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid mengatakan pihaknya hingga kini masih mempelajari rekomendasi dari Komisi VII DPR RI terkait pembatasan pembangunan smelter untuk produk NPI.

"Semua rekomendasi dari DPR tentu kita evaluasi lagi, semua kebijakannya yang terkait itu yang jelas kita melihat berapa sih sumber daya yang kita punya, berapa smelter yang mestinya bisa dibuat dan tentunya kita juga koordinasi dengan Kemenperin," ungkap Wafid saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (8/6/2023).

Seperti diketahui, moratorium smelter nikel kelas dua dilakukan salah satunya karena mempertimbangkan ketersediaan cadangan nikel di Indonesia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Proyek Kebanggaan Jokowi Ini Bisa Bikin RI Kebanjiran Rp 500 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular