Mantan Menkeu Ungkap 'Warning' di Balik Kinerja Ekonomi RI

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Selasa, 08/08/2023 08:15 WIB
Foto: Pertemuan T20 Indonesia Summit 2022 yang digelar di Hilton Resort, Nusa Dua, Bali pada 4-6 September 2022. Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro memberikan sambutan pada forum T20 Summit Indonesia di acara puncak KTT T20 yang digelar di Hilton Resort, Nusa Dua, Bali. (CNBC Indonesia/Tri Susilo))

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom senior Indonesia yang juga merupakan mantan Menteri Keuangan 2014-2016, Bambang Brojonegoro, mengungkapkan sisi negatif dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023.

Pada satu sisi, dia mengakui pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% yang agak mengejutkan atau di luar ekspektasi itu memang sangat baik karena jauh lebih tinggi di banding negara-negara lain, seperti Vietnam, Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, Perancis, hingga Jerman.

Namun, di sisi lain, dia menganggap pertumbuhan pada kuartal II-2023 yang lebih tinggi dari kuartal I-2022 sebesar 5,03% itu juga sebetulnya cukup mengkhawatirkan, karena saat kembali normalnya harga-harga komoditas, ternyata ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada konsumsi masyarakat.


"Memang relatif paling tinggi dibandingkan negara-negara anggota G20 atau emerging market yang lain. Tapi barang kali satu hal yang agak membuat saya khawatir adalah pertumbuhan kuartal II ini sangat didominasi atau sangat bergantung pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga," ujar Bambang dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Selasa (8/8/2023).

Bambang menjelaskan, bergantungnya pertumbuhan ekonomi dari faktor konsumsi itu memang hal yang biasa bagi Indonesia. Namun, ia mengingatkan, kondisi ini menjadi tidak biasa bila Indonesia ingin terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap dan menjadi negara maju.

"Jadi intinya profil kuartal II boleh dikatakan semacam warning bagi perekonomian Indonesia bahwa inilah sudah saatnya kita harus terus melakukan diversifikasi ekonomi termasuk yang paling penting mendorong investasi," tegas mantan Menteri Riset dan Teknologi itu.

Ia menganggap, untuk bisa tumbuh lebih cepat lagi dan menjadi negara maju pada 2045, faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi pengeluaran harus didukung dengan kinerja ekspor yang stabil dan tinggi serta arus investasi yang banyak dan konsisten.

"Dari sisi expenditure ya, didukung investasi dan ekspor. Tapi kalau kita lihat year on year, baik investasi dan ekspor tampaknya belum sesuai harapan. Jadi concern saya nanti kuartal III dan kuartal IV apakah investasi dan ekspor bisa menopang ketergantungan kita pada konsumsi rumah tangga," tegasnya.

Oleh sebab itu, dia menganggap untuk mendorong pertumbuhan ekspor lebih baik lagi, dan berdaya tahan dari gejolak harga komoditas seperti saat ini, maka barang-barang ekspor yang dihasilkan Indonesia harus bernilai tambah tinggi dan menjadi bagian dari rantai pasokan global atau global supply chain.

"Dan kebijakan pemerintah untuk melakukan hilirisasi khususnya dengan melarang ekspor beberapa bahan tambang mentah benar-benar harus ditindaklanjuti dengan investasi yang tepat sasaran, jadi investasi yang nantinya melahirkan produk yang punya nilai tambah tinggi dan daya saing tinggi," ujar Bambang.

Berdasarkan catatan BPS konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2023 memang berhasil mencapai pertumbuhan 5,23% secara year on year. Ditopang oleh faktor musiman, yakni dua kali lebaran dan libur panjang ditambah dengan masuknya masa pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13.

Tingginya konsumsi rumah tangga pun tercatat masih berperan besar dalam perekonomian nasional, mengingat porsinya yang mencapai 53,31%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2023 sedikit melambat dari pertumbuhan pada kuartal II-2022 sebesar 5,51%.

Adapun untuk kelompok pengeluaran lainnya, seperti Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi tumbuhnya masih di bawah 5%, yakni 4,63% dengan porsi terhadap PDB 27,90%, konsumsi pemerintah 10,62% dengan porsi 20,25%, dan konsumsi LNPRT tumbuh 8,62% dengan porsi 1,24.

Untuk ekspor tercatat kontraksi sebesar 2,75% dengan porsi terhadap PDB 20.25%, demikian juga untuk impor yang terkontraksi sebesar 3,08 dengan porsinya terhadap PDB menjadi minus 18,54%.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Rasio Kepatuhan Orang Bayar Pajak Turun Ke 85,75 %