RI Gak Gercep, Hati-Hati Investor EV Lari Lagi ke Thailand
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mewanti-wanti agar Indonesia lebih gencar dalam percepatan pembangunan ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) bila tidak mau calon investor justru lari ke Thailand.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario mengatakan, bila Indonesia tidak segera membangun pabrik kendaraan listrik di dalam negeri, maka bisa saja calon investor lebih berminat untuk berinvestasi di negara tetangga, Thailand.
Hal itu menimbang fakta bahwa Thailand terhitung lebih maju perihal manufaktur EV bila dibandingkan dengan Indonesia. Seto menyebut, Thailand maju dua tahun lebih cepat dibandingkan Indonesia dalam hal perkembangan EV.
"Jika kita tidak menyesuaikan dengan cepat, maka Thailand akan bergerak lebih cepat dari Indonesia, mereka (investor) akan menarik lebih banyak pabrik giga di Thailand dibandingkan dengan Indonesia," jelas Seto dalam acara "Nickel Conference" CNBC Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.
Seto mengatakan, dalam membangun pabrik EV di dalam negeri, bukan hanya karena Indonesia memiliki sumber daya tambang yang melimpah, tapi hal itu juga mempertimbangkan seberapa besar pasar EV yang ada di Indonesia.
"Karena membangun giga factory bukan soal sumber daya. Ini tentang seberapa besar EV market Anda," tambah Seto.
Lebih lanjut, Seto membeberkan bagaimana EV Thailand bisa lebih maju dibandingkan Indonesia.
Seto menyebutkan bahwa Thailand pada tahun 2022-2023 ini sudah melakukan tes pasar untuk kendaraan Completely Built Up (CBU). Thailand memberikan kelonggaran bagi industri otomotid untuk mengimpor terlebih dahulu kendaraan listrik berupa CBU dan juga Completely Knock-Down (CKD).
Seperti diketahui, CBU artinya kendaraan listrik diimpor langsung dalam keadaan utuh, lengkap atau telah dirakit di negara asal produsen. Sementara CKD artinya kendaraan listrik yang diimpor berupa bagian-bagian (parts) komponen yang utuh, namun belum dirakit. Komponen-komponen ini baru dirakit di negara tujuan pengimpor atau dalam hal ini Thailand.
Pada 2024-2025 Thailand diperkirakan akan memulai konstruksi pabrik kendaraan listrik dengan insentif masih bisa diberikan kelonggaran berupa impor kendaraan CKD. Pada 2026-2027 ditargetkan pabrik kendaraan listrik berbasis baterai mulai diproduksi di dalam negeri mereka.
"Jadi di Thailand, selama pembangunan pabrik kendaraan listrik, produsen masih diberikan kelonggaran untuk impor CBU sebanyak yang Anda mau. Tapi begitu pabrik kendaraan listrik ini mulai beroperasi, Anda harus menjual sebanyak dengan jumlah CBU yang Anda impor, lalu dikalikan 1,5," jelas Seto.
"Jadi mereka memiliki kemampuan untuk menguji pasar. Yang terjadi di Thailand adalah mereka bisa mencapai 14% tingkat penetrasi pasar dalam dua tahun," bebernya.
"Selain itu, Thailand juga memberikan kredit pajak, insentif tunai tambahan," imbuhnya.
Sementara Indonesia, menurutnya masih terkekang target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Pada 2023 diharapkan mulai pembangunan pabrik kendaraan listrik, namun dengan target TKDN 40%. Namun, insentif yang diberikan yaitu hanya kelonggaran untuk bisa mengimpor kendaraan CKD.
Lalu, pada 2024 dan seterusnya, ditargetkan pabrik kendaraan listrik bisa diproduksikan di dalam negeri, namun dengan TKDN meningkat menjadi 60%, termasuk komponen baterai.
Di Indonesia, Seto membandingkan, bahwa Indonesia saat ini tidak mengizinkan untuk mengimpor CBU di pasar EV.
"Jadi perbedaan perbedaan kebijakan dengan Indonesia adalah saat ini, kami tidak mengizinkan, pada dasarnya mengimpor CBU untuk pasar EV, Indonesia. Jadi saya pikir ini adalah satu hal yang ingin kami ubah di sini," tandasnya.
Saat ini, Seto mengatakan, pemerintah dalam proses pembahasan untuk mengubah beberapa kebijakan yang dapat mempermudah Indonesia mengejar ketertinggalan dari Thailand.
"Terus terang ini sedang dibahas di pemerintah lho, bagaimana sebenarnya kita bisa izinkan selama pembangunan pabrik, sebenarnya mereka bisa impor CBU," jelasnya.
Adapun, beberapa perusahaan manufaktur EV internasional menunjukkan ketertarikannya dalam berinvestasi di Indonesia yakni BYD Co Ltd., Wuling Motors, Hyundai, NETA Auto, Chery, hingga Tesla.
"Jadi ketika berbicara tentang giga factory ini, maka Anda perlu menarik pabrikan EV," tandasnya.
(wia)