RI Kalah Saing dari Thailand Soal EV, Ternyata Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membeberkan bahwa Indonesia kalah bersaing dengan Thailand perihal kendaraan listrik (electric vehicle/ EV).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan bahwa Indonesia tertinggal dua tahun di belakang bila dibandingkan dengan Thailand.
"Menurut saya, Thailand dua tahun lebih cepat dibandingkan dengan Indonesia. Dan kemudian kita perlu untuk mengejar Thailand," ungkap Seto dalam acara "Nickel Conference" CNBC Indonesia, dikutip Kamis (27/7/2023).
Seto menyebutkan bahwa Thailand pada tahun 2022-2023 ini sudah melakukan tes pasar untuk kendaraan Completely Built Up (CBU). Thailand memberikan kelonggaran bagi industri otomotif untuk mengimpor terlebih dahulu kendaraan listrik berupa CBU dan juga Completely Knock-Down (CKD).
Seperti diketahui, CBU artinya kendaraan listrik diimpor langsung dalam keadaan utuh, lengkap atau telah dirakit di negara asal produsen. Sementara CKD artinya kendaraan listrik yang diimpor berupa bagian-bagian (parts) komponen yang utuh, namun belum dirakit. Komponen-komponen ini baru dirakit di negara tujuan pengimpor atau dalam hal ini Thailand.
Pada 2024-2025 Thailand diperkirakan akan memulai konstruksi pabrik kendaraan listrik dengan insentif masih bisa diberikan kelonggaran berupa impor kendaraan CKD. Pada 2026-2027 ditargetkan pabrik kendaraan listrik berbasis baterai mulai diproduksi di dalam negeri mereka.
"Jadi di Thailand, selama pembangunan pabrik kendaraan listrik, produsen masih diberikan kelonggaran untuk impor CBU sebanyak yang Anda mau. Tapi begitu pabrik kendaraan listrik ini mulai beroperasi, Anda harus menjual sebanyak dengan jumlah CBU yang Anda impor, lalu dikalikan 1,5," jelas Seto.
"Jadi mereka memiliki kemampuan untuk menguji pasar. Yang terjadi di Thailand adalah mereka bisa mencapai 14% tingkat penetrasi pasar dalam dua tahun," bebernya.
"Selain itu, Thailand juga memberikan kredit pajak, insentif tunai tambahan," imbuhnya.
Sementara Indonesia, menurutnya masih terkekang target Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Pada 2023 diharapkan mulai pembangunan pabrik kendaraan listrik, namun dengan target TKDN 40%. Namun, insentif yang diberikan yaitu hanya kelonggaran untuk bisa mengimpor kendaraan CKD.
Lalu, pada 2024 dan seterusnya, ditargetkan pabrik kendaraan listrik bisa diproduksikan di dalam negeri, namun dengan TKDN meningkat menjadi 60%, termasuk komponen baterai.
Di Indonesia, Seto membandingkan, bahwa Indonesia saat ini tidak mengizinkan untuk mengimpor CBU di pasar EV.
"Jadi perbedaan perbedaan kebijakan dengan Indonesia adalah saat ini, kami tidak mengizinkan, pada dasarnya mengimpor CBU untuk pasar EV, Indonesia. Jadi saya pikir ini adalah satu hal yang ingin kami ubah di sini," tandasnya.
(wia)