Jokowi Keras Tahan DHE, Ini yang Bikin Pengusaha Tak Happy

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Kamis, 27/07/2023 15:20 WIB
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan dan/atau pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Ketentuan ini akan berlaku 31 Juli 2023.

Aturan ini mengatur eksportir yang memiliki nilai ekspor hasil SDA minimal US$ 250 ribu wajib menyimpan minimal 30% DHE dalam sistem keuangan Indonesia dengan jangka waktu minimal tiga bulan. Kebijakan ini pun membuat pelaku usaha keberatan karena berpotensi menganggu cashflow perusahaan dan berakhir antiklimaks.

"Kalaupun PP nggak bisa diubah, minimal dibicarakan jutlak atau juknis, perlu didiskusikan supaya pelaku usaha paham dan bisa ikuti. Jangan peraturan itu menjadikan kita nggak bisa ekspor, malah merugikan yang tadinya bisa ekspor malah nggak bisa ekspor," kata Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono kepada CNBC Indonesia (27/7/23).


Sebelum keluarnya PP ini, Ia mengaku dunia usaha belum mendapat ajakan diskusi dalam menentukan aturannya. Ketika PP ini keluar, pelaku usaha mengaku tidak siap karena waktu persiapan yang begitu mepet. Setelah aturannya ditekan 12 Juli, pada 31 Juli mendatang sudah langsung berlaku.

"Kalau ditahan 30% mengganggu cashflow. Ada pelaku usaha keuntungannya 5% kemudian ditahan 30%, dengan sendirinya untuk pembelian bahan baku atau produksi selanjutnya terganggu cashflow-nya. Setiap bulan diambil 30% abis modalnya," sebut Iwantono.

Meski demikian, pelaku usaha belum merumuskan berapa angka ideal ketika DHE sebesar 30% dirasa terlalu berat. Karena itu, perlu wadah diskusi antara pemerintah dan dunia usaha dalam menentukan kebijakan. Apalagi, ada kebingungan tafsir antara dunia usaha dan pemerintah dalam menentukan ruang lingkup PP ini.

"Di dalamnya diatur pertambangan, perkebunan, perhutanan dan perikanan. Tapi definisi Perkebunan itu perlu diperjelas, misal ambil tebang pohon, tapi ditanam lagi, potong-tanam lagi, itu masuk SDA apa bukan? Jadi tanda tanya bagi dunia usaha," kata Iwantono.

"Perikanan kalau budidaya udang, terus panen, dijual, budidaya lagi, apa itu termasuk alam? Karena ada rekayasa manusia. Seperti ini masih banyak membingungkan," lanjutnya.


(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Sengketa Pulau Tujuh, Gubernur Babel Gugat Mendagri