Internasional

"Malapetaka" Baru Bumi Makan Korban: Industri Jerman

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
27 July 2023 05:00
Bendera Jerman di gedung Reichstag, kursi Bundestag Jerman, berkibar tertiup angin. Foto: Monika Skolimowska/dpa (Photo by Monika Skolimowska/picture alliance via Getty Images)
Foto: Bendera Jerman di gedung Reichstag, kursi Bundestag Jerman, berkibar tertiup angin. Foto: Monika Skolimowska/dpa (dpa/picture alliance via Getty I/picture alliance)

Jakarta, CNBC Indonesia - Malapetaka baru bumi, yakni bencana kekeringan dunia akibat perbahan iklim, mulai memakan korban. Industri Jerman salah satunya.

Kekeringan yang melanda Jerman membuat Sungai Rhein, yang menjadi poin vital transportasi logistik, mengalami penyusutan dan pendangkalan. Hal ini berdampak pada gangguan pengiriman barang.

Sungai sepanjang 1.230 km itu adalah "arteri" komersial untuk 80% pengiriman barang ke pedalaman Jerman. Komoditas yang dikirim melalui jalur air itu termasuk minyak mentah dan gas alam.

Tetapi setelah pendangkalan pada tahun 2018 dan 2022, kedalaman Sungai Rhine kembali mencapai titik terdangkal tahun ini, yang membuat kapal pengangkut tak bisa melintasi jalur air itu. Di Kaub, checkpoint untuk tongkang, permukaan air turun ke level terendah tahun ini pada awal pekan.

Tahun lalu, 182 juta metrik ton barang diangkut melalui jalur air Jerman, turun 6,4% dari tahun 2021 dan terendah sejak reunifikasi Jerman. Saat gelombang panas yang parah mencengkeram Eropa Selatan, Federal Waterways and Shipping Agency memperkirakan tren penurunan akan terus berlanjut.

Salah satu perusahaan yang menggunakan Sungai Rhein sebagai urat nadi operasi adalah Covestro. Pembuat bahan kimia itu mengangkut lebih dari 30% barang jadinya dan menerima sebagian besar bahan baku untuk memproduksinya melalui Rhine.

Covestro sendiri telah melakukan beberapa hal untuk mengakali situasi ini. Perusahaan tersebut telah menyewa dua tongkang air rendah yang mampu memasok pelanggan dengan asam klorida bahkan ketika level Rhine di Cologne turun menjadi 0,40 meter.

"Perubahan iklim dan meningkatnya tingkat air yang rendah merupakan tantangan yang signifikan bagi Covestro serta perusahaan lain," kata Uwe Arndt, yang mengepalai satuan tugas Covestro di Rhine, kepada Reuters, Rabu (26/7/2023).

Perusahaan cat dan bahan kimia terkemuka dunia, BASF, juga merasakan hal sama. Perusahaan kini mulai menggunakan kapal air rendah untuk memasok hub Ludwigshafen. 

"Dalam kasus bahan kimia yang mudah terbakar dan beracun, sungai seringkali merupakan satu-satunya pilihan transportasi yang layak. Tetapi tingkat Kaub di bawah satu meter berarti bahwa tongkang tradisional harus mengurangi kargo mereka lebih dari setengahnya menjadi di bawah 1.500 metrik ton," kata perusahaan pengiriman DTG.

Salah satu 'batu kelaparan' muncul saat permukaan air surut di Worms, Jerman pada 17 Agustus 2022.Foto: Tilman Blasshofer/REUTERS

Wakil Presiden BASF Barbara Hoyer mengatakan pihaknya bergantung pada Rhine karena sebagian besar bahan baku cair, termasuk nafta, diangkut melalui sungai. Diketahui perusahaan mendapatkan sekitar 40% bahan mentahnya melalui sungai.

"Kami membutuhkan banyak hal untuk mempertahankan produksi, dan sangat sulit untuk memindahkan volume tersebut," katanya.

Dampak rendahnya muka air tidak terbatas pada bisnis besar. Produk domestik bruto Jerman menyusut 0,4% pada 2018 karena lalu lintas Rhine melambat.

"Sebagai patokan, jika ketinggian air di Kaub turun di bawah 78 sentimeter selama 30 hari berturut-turut, seperti yang terjadi pada tahun 2022 dan 2018, produksi industri turun sebesar 1%," menurut Kiel Institute for the World Economy.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Perang, Petaka Ini Bisa Bikin Jerman Boncos Rp 14.653 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular