Ramai-ramai Buruh Tolak KRIS JKN, Ini Alasannya..
Jakarta, CNBC Indonesia - Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak rencana pemerintah yang akan mengganti kelas iuran BPJS Kesehatan 1, 2 dan 3 dengan Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN).
"Setelah mempelajari program KRIS oleh BPJS Kesehatan menolak keras," kata Presiden Buruh dan KSPI Said Iqbal dalam konferensi pers secara virtual, Sabtu (22/7).
Menurutnya, penghapusan iuran BPJS Kesehatan dalam kelas 1,2, dan 3 dengan kelas KRIS akan berujung pada komersialisasi. Hal itu berkaitan dengan undang-undang kesehatan yang mengatur dari mandatory spending atau biaya pasien dicover oleh pemerintah menjadi money follow program atau menyesuaikan standar kebijakan.
"(Nanti), dengan kelas yang sama kan nanti dibikin program yang saya nggak tau standarnya apa. Masa nyawa orang di efisien nyawa orang diatur-atur," ucapnya.
Selain itu, Ia melanjutkan, kebijakan UU Kesehatan yang baru berpotensi mematikan Rumah Sakit (RS) lokal berskala menengah dan klinik-klinik kecil.
Ia menyebut, kebijakan pemerintah di sektor kesehatan hanya berpihak pada perusahaan raksasa dan mengacu pada keuntungan semata. "Konsep ini hanya dinikmati swasta, 7 RS itu. Memang sekarang baru 4 RS pemerintah. Sekarang RS menengah yang punya pribumi itu ancur semua, diperparah ada klinik Siloam, Mayapada itu bikin klinik," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengganti kelas iuran BPJS Kesehatan 1,2, dan 3. Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN) akan diberlakukan.
Hal itu pertama kali dikatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI Februari lalu. "Yang jelas itu bertahap sampai akhir 2025," ungkapnya kala itu.
Lalu seperti apa KRIS JKN Ini sendiri?
Sebenarnya, KRIS JKN ini sebenarnya belum akan berlaku sekarang. Ini akan berlaku 1 Januari 2025.
Pemerintah saat ini tengah mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai landasan hukum. Diyakini itu akan dirilis dalam waktu dekat.
Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono penggunaan sistem KRIS akan menitikberatkan pada perbaikan tempat tidur. Dari yang selama ini bisa enam di satu ruang rawat inap, menjadi empat tempat tidur satu ruang rawat inap.
Pengurangan tempat tidur itu menjadi salah satu bagian dari 12 kriteria yang harus ditetapkan RS untuk melaksanakan penghapusan sistem kelas BPJS Kesehatan 1, 2, dan 3 untuk para pasien rawat inap. Tapi perlu diingat, pengurangan itu tidak mengganggu layanan RS.
"Jadi dari hasil uji coba tersebut juga membuat dampak indeks kepuasan masyarakat meningkat dan pendapatan RS tidak berkurang dengan menerapkan impelemntasi KRIS," tutur Dante.
Perlu diketahui, ada 12 12 kriteria fasilitas kelas rawat inap dengan sistem KRIS yaitu:
1. Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi
2. Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal 6 (enam) kali pergantian udara per jam
3. Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur
4. Kelengkapan tempat tidur berupa adanya 2 (dua) kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur
5. Adanya nakes per tempat tidur
6. Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat celcius
7. Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi)
8. Kepadatan ruang rawat inap maksimal 4 (empat) tempat tidur, dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter
9. Tirai/partisi dengan rel dibenamkan menempel di plafon atau menggantung
10. Kamar mandi dalam ruang rawat inap
11. Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas
12. Outlet oksigen
(pgr/pgr)