
PBB Bongkar Fakta "Ngeri" Negara Tukang Ngutang

Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membuka fakta mengerikan yang terjadi di negara-negara banyak utang. Dari data Kamis, lembaga itu melaporkan bagaimana 165 juta orang di dunia jatuh ke dalam kemiskinan sejak 2020, di beberapa negara berpenghasilan menengah ke bawah, yang kini mengalami ancaman gagal bayar utang (default).
PBB mengatakan hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19, krisis biaya hidup, dan perang Rusia dan Ukraina. Secara rinci, 75 juta orang akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem, yang didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari US$ 2,15 (Rp 32 ribu) per hari, antara tahun 2020 dan akhir tahun 2023.
"(Sebanyak) 90 juta lainnya akan jatuh di bawah garis kemiskinan US$ 3,65 (Rp 54 ribu) per hari," ujar laporan Lembaga Pembangunan PBB, UNDP, kepada AFP, dikutip Jumat (14/7/2023).
"Yang paling miskin paling menderita dan pendapatan mereka pada 2023 diproyeksikan tetap di bawah tingkat pra-pandemi," tambahnya.
Kepala UNDP Achim Steiner menyebut di negara-negara dengan utang tinggi, ada korelasi antara tingkat utang dan pengeluaran sosial yang tidak mencukupi. Ini pun ditambah peningkatan tingkat kemiskinan yang mengkhawatirkan.
"Kami menyerukan jeda utang-kemiskinan di negara-negara yang berjuang secara ekonomi untuk mengarahkan pembayaran utang untuk membiayai pengeluaran sosial dan melawan dampak guncangan ekonomi makro," ujarnya.
Menurut laporan PBB lainnya yang diterbitkan pada hari Rabu, sekitar 3,3 miliar orang- hampir setengah dari umat manusia- tinggal di negara-negara yang membelanjakan lebih banyak untuk membayar bunga utang daripada pendidikan dan kesehatan. Dan negara-negara berkembang, meskipun memiliki tingkat utang yang lebih rendah, membayar lebih banyak bunga, sebagian karena tingkat utang yang lebih tinggi.
Menurut laporan tersebut, biaya tahunan untuk mengangkat 165 juta orang miskin baru keluar dari kemiskinan akan mencapai lebih dari US$ 14 miliar atau setara Rp 209 triliun.
"Jika kerugian pendapatan di antara orang-orang yang sudah miskin sebelum guncangan juga dimasukkan, biaya mitigasi akan mencapai sekitar US$ 107 miliar (Rp 1.600 triliun), atau 0,065% dari PDB dunia dan sekitar seperempat dari total layanan utang luar negeri," menurut perkiraan penulis laporan.
Sementara itu, beberapa negara saat ini telah terjangkit ancaman gagal bayar utang. Mayoritas merupakan negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah.
Zambia pada tahun 2020 telah menjadi negara Afrika pertama yang gagal bayar utang negaranya setelah kehancuran akibat Covid-19. Di Paris, pemberi pinjaman terbesarnya termasuk China dan negara-negara Barat setuju untuk merestrukturisasi US$ 6,3 miliar (Rp 95 triliun) pinjaman Zambia di bawah prakarsa yang didorong oleh G20.
Ghana dan Sri Lanka juga gagal membayar utang luar negeri mereka pada 2022. Pakistan dan Mesir pun kini berada di ambang default.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Ciri-ciri Negara Gagal Versi PBB, RI Termasuk Gak?