
Putin Beri Warning Perbankan AS, Awas Senjata Makan Tuan!

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan peringatan besar kepada industri perbankan Amerika Serikat (AS). Hal ini terkait dengan sanksi keuangan yang dijatuhkan kepada negara itu oleh Washington atas dasar serangan ke Ukraina.
Pernyataan Putin ini diucapkan saat berbicara dengan CEO bank terbesar kedua Rusia, VTB, Andrey Kostin. Kostin awalnya merasa bahwa sektor perbankan negara itu aman dan kebal dari sanksi AS dan sekutunya.
"Lihatlah apa yang sekarang terjadi di AS. Ini sebenarnya adalah krisis keuangan dan perbankan terbesar sejak 2008, dan sudah menyebar ke Eropa," catat bankir top Rusia itu, dikutip Russia Today, Rabu (12/7/2023).
"Dengan memberlakukan pembatasan ekonomi terhadap Moskow, Barat telah menghancurkan sistem perdagangan global dan menyebabkan lonjakan inflasi, sementara upayanya untuk menyelesaikan masalah ini dengan menggunakan metode standar mendevaluasi aset bank."
Kostin menambahkan sektor perbankan Rusia merasa cukup aman saat ini. Meski begitu, mereka juga mengalami kerugian tertentu ketika properti milik mereka diambil begitu saja oleh otoritas Barat.
Putin, yang sebelumnya mengutip kedaulatan ekonomi sebagai prioritas utama negara, setuju dengan Kostin. Ia melanjutkan bahwa sanksi Barat akan memiliki efek bumerang.
"Mungkin apa yang Anda (Kostin) katakan tentang meningkatkan tingkat kemandirian dan kedaulatan agak tepat waktu, mengingat tren negatif yang lebih besar dalam sistem perbankan AS," paparnya.
Rusia sendiri sebelumnya juga telah menggemakan wacana dedolarisasi dalam aliansi BRICS. Usulan ini digagas Moskow lantaran manuver Barat untuk memberikan sanksi ekonomi pada Rusia akibat perang di Ukraina.
BRICS membentuk 30% dari ekonomi dunia. Aliansi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan ini merupakan 50% produksi gandum dan beras dunia, dan 15% cadangan emas planet ini.
Nantinya, mata uang baru disebut akan ditetapkan pada KTT BRICS pada bulan Agustus di Afrika Selatan. Rencananya, mata uang tersebut akan berbasis pada emas.
Langkah ini kemudian diikuti oleh data Bank Sentral China yang menambahkan 23 ton cadangan emas pada bulan Juni. Dengan penambahan tersebut, People's Bank of China saat ini memiliki cadangan hingga 2.330 ton emas.
Seorang mantan penasihat CIA dan dan bankir investasi James Rickards mengatakan bahwa ada fakta menarik terkait tanggal pertemuan BRICS yang rencananya diadakan 22 Agustus mendatang. Ia menyebut tanggal yang sama pada tahun 1971 juga merupakan hari di mana AS menjatuhkan standar emas.
"Ini melibatkan peluncuran mata uang utama baru yang dapat melemahkan peran dolar dalam pembayaran global dan pada akhirnya menggantikan dolar AS sebagai mata uang pembayaran dan mata uang cadangan utama."
Meski begitu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan meski ada wacana ini, pihaknya masih berharap dolar tetap akan menjadi mata uang yang mendominasi dalam skema perdagangan global.
"Kami berharap dolar tetap menjadi mata uang dominan dalam transaksi internasional," paparnya dikutip Reuters.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Lumpuhkan Rusia, Biden Lempar 500 'Bom' ke Arah Putin
