Anies, Ganjar, Prabowo Dengar! Ada Ancaman Besar Intai RI

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Senin, 10/07/2023 11:35 WIB
Foto: Ilustrasi Pemilu 2024, Edward Ricardo (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia selama 30 tahun telah terperangkap dalam jebakan pendapatan menengah atau middle income trap. Butuh langkah besar bagi bangsa ini untuk bisa naik kelas lagi menjadi negara berpendapatan tinggi.

Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan (periode 2013-2014), mengungkapkan untuk bisa mewujudkan Indonesia menjadi negara maju pada 2045, maka Indonesia harus membangun strategi yang benar-benar serius.

Bonus demografi atau usia produktif yang melimpah di Indonesia akan terjadi di 2030, kata Chatib harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Karena bonus ini demografi ini hanya akan bertahan hingga 2050.


"Setelah itu, di 2050 dia mulai naik, jadi setelah 2050 Indonesia masuk secara gradual ke aging population. Jadi, tidak demographic bonus lagi," jelas Chatib saat dihubungi CNBC Indonesia, Jumat (7/7/2023).

"Berarti ruang kita 2030 sampai 2050 itu 27 tahun. Berarti sebelum nanti tua atau banyak aging population, pertumbuhan ekonomi kita harus tumbuh tinggi," kata Chatib lagi.

Berkaca dari Jepang dan Korea Selatan yang juga memiliki masalah mengenai aging population.

Saat Jepang dan Korea Selatan masuk ke dalam aging population, income per capita atau pendapatan per kapita kedua negara itu sudah mencapai masing-masing US$ 33.911 dan US$ 32.236.

Sementara di Indonesia, di mana saat ini baru saja ditetapkan oleh Bank Dunia sebagai negara kelas menengah atas, pendapatan per kapitanya baru mencapai US$ 4.580, dihitung berdasarkan Gross National Income (GNI) atau Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita.

"Bayangkan Indonesia kalau kita tumbuh terus sampai 2050, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi 5% sampai 6%, pendapatan per kapita kita masih di bawah US$ 30.000," ujar Chatib.

"Kalau Jepang sama Korea Selatan yang pendapatan per kapita US$ 30.000 ke atas struggling, apalagi ini. Maka ada risiko Indonesia menjadi tua sebelum kaya. Itu adalah masalah. Pendapatan pajak mulai lambat, karena aging population orang gak kerja dia pajaknya kecil," kata Chatib lagi.

Oleh karena itu, Indonesia hanya memiliki tenggat waktu yang sebentar. Cara yang bisa ditempuh adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia harus tumbuh lebih cepat dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi harus 6% sampai 7%.

Untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6% sampai 7%, maka kata Chatib, maka biaya investasi atau yang tercermin dalam Incremental Capital Output Ratio (ICOR) maka harus bisa diturunkan dari angka saat ini yang mencapai 6,2% sampai 6,5%.

"Karena itu, siapapun yang jadi presiden ke depan harus bisa menurunkan ICOR ini. Karena setiap 1% rasio investasi bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi," jelas Chatib.

Dikutip dari BPS, ICOR adalah rasio antara tambahan output dengan tambahan modal.

Jika suatu daerah mempunyai angka (koefisien) ICOR, maka daerah tidak akan menemui kesulitan dalam menentukan berapa besarnya investasi yang diperlukan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.

Semakin kecil nilai koefisien ICOR, semakin efisien perekonomian suatu daerah pada periode waktu tertentu. Disamping itu juga sangat penting juga untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia (SDM).

"Karen efisiensi dari macam-macam, kemudian kualitas human capital penting, karena kalau tidak produktivitasnya tidak bisa tinggi. Peran dari infrastruktur penting. Sehingga logistic cost bisa lebih kecil, sehingga nanti biaya modal (capex) bisa lebih kecil dalam medium-long term," jelas Chatib.

Selain menurunkan ICOR dan meningkatkan pembangunan infrastruktur, untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, pemerintah juga harus meningkatkan simpanan.

Dalam menuju pertumbuhan ekonomi menjadi negara maju, maka defisit anggaran harus bisa ditutupi dari investasi, bukan dari simpanan yang tersedia. Bisa dari foreign direct investment (FDI) atau investasi asing langsung.

Lagi-lagi, kata Chatib untuk bisa mendatangkan banyak investor ke Indonesia maka harus menurunkan ICOR.

"Jadi, yang saya mau bilang, siapapun yang jadi presiden akan berhadapan dengan konstrain ini. Jadi dia harus tingkatkan produktivitas melalui efisiensi, deregulasi, stream line regulation, human capital, teknologi, dan infrastruktur," jelas Chatib.


(cap/cap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Mantan Menteri Keuangan RI Ungkap Urgensi Reformasi Fiskal