Uni Eropa Gugat Aksi Jokowi, Jleb! Luhut Bilang Begini

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Senin, 10/07/2023 09:50 WIB
Foto: Menko Marves, Luhut B. Pandjaitan. (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan angkat suara perihal gugatan Uni Eropa kepada Indonesia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel pada tahun 2020 lalu.

Luhut mengaku dirinya didatangi oleh pihak Uni Eropa karena kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah, khususnya bijih nikel, di Indonesia. Luhut mengatakan bahwa Uni Eropa bertanya alasan Indonesia melarang ekspor bijih nikel.

Menurut Luhut, justru pelarangan ekspor nikel sukses membawa Indonesia mendapatkan nilai tambah yang berpengaruh besar pada perekonomian Indonesia melalui hilirisasi atau pemrosesan dan pemurnian bijih nikel.


"Seperti Uni Eropa datang ke saya, mereka mengatakan kenapa Indonesia larang ekspor nickel ore, kalau nggak kami larang, ekonomi kami nggak seperti ini," jelas Luhut dalam Economic Update 2023 CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).

Luhut pun tak segan kembali mempertanyakan mengapa kebijakan Pemerintah Indonesia ini justru dipandang salah oleh Uni Eropa. Dia juga mempertanyakan apakah kebijakan yang diberlakukan di Indonesia, dalam hal ini pelarangan ekspor bijih nikel, harus memikirkan Uni Eropa.

Terlebih, lanjutnya, ketika terjadi pandemi Covid-19, Indonesia harus berjuang mengatasi perekonomian yang melesu, sementara Eropa pun tak memberikan bantuan.

"Apakah saya salah? Apakah saya harus mikirin kalian? Ketika kami Covid-19, mana bantuan dari Eropa?" tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil meningkatkan nilai ekspor hingga menjadi US$ 30 miliar atau setara Rp 450 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).

Bahlil mengatakan, kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak Januari 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia.

"Hilirisasi nikel, ekspor nikel kita 2017-2018 hanya US$ 3,3 miliar, begitu stop ekspor, hilirisasi pada 2022 hampir US$ 30 miliar, naik sepuluh kali lipat," jelas Bahlil dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

Dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus. Khususnya dengan China yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, terjadi perbaikan neraca perdagangan. Pada 2018, neraca dagang RI dengan China defisit sebesar US$ 18,4 miliar.

Namun seiring dengan penerapan hilirisasi, defisit neraca perdagangan RI dengan China turun menjadi US$ 1,6 miliar pada 2022, bahkan menjadi surplus sebesar US$ 1,2 miliar pada kuartal I-2023.

"Ini akibat hilirisasi dan mendorong ekspor kita tidak lagi berbentuk komoditas mentah, tapi berbentuk setengah jadi dan barang jadi," tutur Bahlil.

Kendati demikian, Bahlil mengakui, dalam konteks penerimaan negara untuk pajak ekspor komoditas memang terjadi pengurangan sejak kebijakan larangan ekspor diterapkan.

Namun, ketika hilirisasi dilakukan, pemerintah mengantongi penambahan pendapatan dari sisi pajak penghasilan (PPh) badan, pajak pertambahan nilai (PPN), serta PPh pasal 21 dari tenaga kerja. Serta, meningkatnya lapangan pekerjaan.

Kementerian Investasi mencatat, sejak diberlakukan kebijakan hilirisasi, pertumbuhan penciptaan tenaga kerja rata-rata pada sektor hilirisasi tiap tahun mencapai angka 26,9% dalam empat tahun terakhir.

Begitu juga dari sisi pendapatan negara, ikut mencapai target di dua tahun terakhir. Pada 2021, pendapatan negara mencapai Rp 2.003,1 triliun atau 114,9% dari target, dan di 2022 mencapai Rp 2.626,4 triliun atau 115,9% dari target.

"Yang tahu pendapatan negara tercapai bertambah atau tidak, itu bukan IMF, tapi kita, pemerintah Republik Indonesia," tegas Bahlil.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ahli UGM Sebut Kerugian Tambang Raja Ampat Lampaui Kasus Timah