IMF Sebut RI Bisa Jadi Sarang 'Perusahaan Zombie', Kok Bisa?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
08 July 2023 14:15
International Monetary Fund (IMF). (REUTERS/Yuri Gripas)
Foto: (REUTERS/Yuri Gripas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan Indonesia terhadap potensi timbulnya 'perusahaan-perusahaan zombie' di Indonesia, terutama pada sektor ritel, akomodasi, dan industri pengolahan.

Perusahaan zombie adalah perusahaan yang 'hidup segan, mati tak mau' yang muncul akibat tekanan pandemi Covid-19 dan beban suku bunga yang memuncak sehingga perusahaan semakin tertekan.

"Rasio utang perusahaan memang terbilang rendah (38,4% dari Produk Domestik Bruto/PDB) tetapi analis kami menunjukkan perusahaan-perusahaan tersebut akan sangat sensitif terhadap dampak kenaikan suku bunga," ungkap IMF dalam laporannya, dikutip Sabtu (8/7/2023).

Hingga saat ini, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 225 basis points (bps), yakni dari 3,50 persen menjadi 5,75 persen sejak Agustus 2022.

Tercatat, BI telah menaikkan suku bunga secara agresif, yakni 50 bps selama tiga bulan beruntun, yakni pada September, Oktober, dan November 2022.

Berdasarkan catatan IMF, perusahaan yang rentan ini memiliki "risiko utang" dan memiliki interest coverage ratio (ICR) atau rasio cakupan bunga kurang dari satu.

ICR menghitung kemampuan operasi perusahaan menutupi beban bunga yang muncul akibat pinjaman dari eksternal. ICR aman bagi perusahaan adalah dua kali.

Menurut data IMF, jumlah perusahaan dengan ICR di bawah satu atau yang memiliki risiko utang naik dari 21 persen menjadi 28 persen dari total perusahaan yang disurvei.

IMF mengungkapkan, kenaikan jumlah perusahaan dengan ICR rendah akan berdampak kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke perusahaan tersebut. Dengan perkembangan ini, perbankan Indonesia terpaksa bergulat dengan dampak dari kenaikan suku bunga.

Sejauh ini, bank domestik telah meningkatkan loan loss provisions atau cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk menjamin risiko atas kehilangan aset dan menyeimbangkan portofolio obligasi pemerintah dari available for sale (AFS) menjadi hold to maturity (HTM) untuk mengurangi kerugian.

Restrukturisasi Bank

Dalam laporannya, IMF memberikan peringatan mengenai program restrukturisasi kredit perbankan. Program tersebut merupakan bagian dari mitigasi risiko selama pandemi Covid-19.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah memperpanjang program tersebut hingga Maret 2024, dari rencana awal pada Maret 2023. Namun, tidak semua sektor mendapatkan perpanjangan.

Adapun, segmen yang bisa mendapatkan perpanjangan restrukturisasi kredit memiliki kriteria, antara lain UMKM yang mencakup seluruh sektor; penyediaan akomodasi dan makan-minum; dan beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.

IMF mengungkapkan, perpanjangan restrukturisasi kredit hanya berlaku untuk sejumlah sektor, termasuk UMKM. Dari peserta restrukturisasi kredit, 30 persen adalah UMKM. Namun, IMF mengingatkan jika pemulihan ekonomi yang sudah berjalan seharusnya mampu membuat perusahaan tersebut kuat.

"Pemulihan ekonomi sudah berjalan baik sehingga bank seharusnya memiliki posisi yang lebih baik dalam menghitung risiko kredit," ungkap IMF.

IMF menjelaskan, jika otoritas terus bersabar agar perusahaan tersebut tumbuh baik maka hal itu justru bisa memunculkan perusahaan zombie. Sebab, perusahaan bisa tergantung ke utang sehingga malah tidak cepat bangkit.

"Memperpanjang [kesabaran[ akan terus meningkatkan risiko moral hazard, penundaan pengakuan kerugian dan memperpanjang eksistensi perusahaan zombie," tambah IMF.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas! IMF Bilang RI Bisa Jadi Sarang 'Perusahaan Zombie'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular