Heboh Jokowi vs IMF, Negara Ini Dukung RI?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
08 July 2023 11:30
International Monetary Fund (IMF). (Dok: International Monetary Fund)
Foto: International Monetary Fund (IMF). (Dok: International Monetary Fund)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Pemerintah Indonesia yang melarang ekspor mineral mentah dan hilirisasi di dalam negeri membuat dunia internasional melakukan 'serangan' kepada Indonesia. Namun, ternyata ada pihak yang memberikan pujian kepada RI.

Negara tetangga Indonesia, Australia, menyebutkan bahwa saat ini Indonesia sudah semakin maju karena tetap teguh dan fokus pada program hilirisasi pertambangan.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, melalui unggahan di akun Instagram pribadinya.

"Meski banyak keraguan dan tantangan yang dialamatkan terhadap program hilirisasi pertambangan Indonesia, nyatanya di setiap kesempatan kunjungan ke beberapa negara mitra dan negara sahabat, program hilirisasi mendapatkan apresiasi dan pujian," ujar Luhut dalam postingannya (@luhut.pandjaitan), dikutip Sabtu (8/7/2023).

"Seperti halnya juga terjadi pada saat saya mendampingi Presiden Jokowi (Joko Widodo) ke Australia beberapa hari yang lalu, mulai dari Perdana Menteri, Anthony Albanese, sampai Menteri Industri Australia pun mengakui dan melihat bahwa Indonesia sudah sangat maju perekonomiannya karena tetap teguh dan fokus pada program hilirisasi pertambangan," ungkapnya.

Tidak hanya Australia, Luhut mengatakan bahwa Papua Nugini juga menyebutkan hal yang sama. Bahkan, Indonesia dan Papua Nugini akan bekerja sama dalam bidang hilirisasi mineral. Sebab, Papua Nugini juga melihat potensi program hilirisasi untuk memberantas kemiskinan di negara tersebut.

"Selain kunjungan ke Australia, kami juga melakukan lawatan ke Papua New Guinea (PNG) untuk membuka peluang kerjasama ekonomi," ungkap Luhut.

"Dan sekali lagi, hilirisasi mineral jadi fokus kerjasama bilateral kedua negara karena PNG juga melihat potensi besar program ini untuk mengentaskan kemiskinan di sana. Untuk itulah, Presiden Jokowi dan Prime Minister, James Marape, sepakat membentuk task force untuk menindaklanjuti hal ini," paparnya.

Meskipun ditentang sejumlah pihak internasional, seperti Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (IMF), Luhut menegaskan bahwa program hilirisasi yang digencarkan Presiden Jokowi adalah peninggalan alias legacy terbaik Presiden Jokowi untuk anak cucu.

"Mungkin di mata negara-negara maju dan institusi internasional, program hilirisasi mineral Indonesia tidak berarti apa-apa, tetapi bagi saya inilah legacy terbaik dari Presiden Joko Widodo yang diberikan untuk generasi penerus bangsa dalam 20 atau bahkan 50 tahun ke depan," tuturnya.

Sebelumnya, sejumlah negara maupun lembaga keuangan internasional terus 'menyerang' kebijakan Presiden Jokowi dan meminta RI untuk segera menghapus kebijakan tersebut.

Kebijakan yang terus mendapatkan 'serangan' dari dunia internasional adalah larangan ekspor mineral mentah hingga program hilirisasi di dalam negeri.

Pada awalnya, Uni Eropa lebih dahulu menentang kebijakan Presiden Jokowi ini. Pada 2020 lalu, Uni Eropa menggugat Indonesia melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena larangan ekspor mineral mentah, yakni nikel.

Upaya Uni Eropa ini seolah mendapatkan dukungan dari WTO karena pada Oktober 2022 lalu, Indonesia dinyatakan kalah oleh Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO.

Namun, pemerintahan Jokowi tak tinggal diam. Indonesia akhirnya resmi mengajukan banding atas kekalahan di WTO tersebut pada Desember 2022 lalu. Namun, hingga saat ini proses banding belum juga dimulai karena Indonesia masih harus menunggu terbentuknya Majelis Banding WTO yang masih 'tersandera' Amerika Serikat (AS). Pasalnya, Negeri Paman Sam tersebut menginginkan reformasi besar di tubuh Majelis Banding WTO.

Indonesia pun diperkirakan masih harus menunggu hingga setidaknya 2024 mendatang. Itu pun, masih mengantre dengan kasus banding yang telah diajukan sejumlah pihak sebelumnya.

Namun, Indonesia kembali mengalami 'serangan' dari IMF, padahal proses banding belum dilakukan. Pada pekan lalu, IMF mendadak merilis pernyataan yang menyebutkan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.

Selain itu, IMF juga meminta agar program hilirisasi di Indonesia dikaji ulang, terutama dari sisi analisa biaya dan manfaat. Menurut lembaga internasional pemberi utang tersebut, kebijakan hilirisasi merugikan Indonesia.

"Biaya fiskal dalam hal penerimaan (negara) tahunan yang hilang saat ini tampak kecil dan ini harus dipantau sebagai bagian dari penilaian biaya-manfaat ini," kata IMF dalam laporannya Article IV Consultation, dikutip Sabtu (8/7/2023).

Oleh sebab itu, IMF mengimbau adanya analisa rutin mengenai biaya dan manfaat hilirisasi. Analisa ini harus diinformasikan secara berkala dengan menekankan pada keberhasilan hilirisasi dan perlu atau tidaknya perluasan hilirisasi ke jenis mineral lain.

"Kebijakan industri juga harus dirancang dengan cara yang tidak menghalangi persaingan dan inovasi, sambil meminimalkan efek rambatan lintas batas yang negatif," tulis IMF.

Dengan demikian, IMF menilai otoritas harus mempertimbangkan kebijakan hilirisasi dalam negeri yang lebih tepat untuk mencapai tujuannya dalam meningkatkan nilai tambah produksi.

"Meningkatkan nilai tambah dalam produksi, dengan menghapus secara bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan untuk komoditas lain," papar IMF.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Curhat Diancam Kegentingan Global: Sulit Diprediksi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular