
Bukti Nenek Putin Dekat dengan Islam, Hampir Jadi Agama Rusia

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi masyarakat Muslim dunia, Presiden Rusia Vladimir Putin barangkali menjadi salah satu figur dunia yang dipandang pro-Islam. Ada beberapa alasan mendasari yang tercermin pada kebijakannya.
Mulai dari sikap melawan Israel dan memberi dukungan kepada perjuangan Palestina, upaya pelarangan praktik LGBT, mengecam pembakaran Al-Quran hingga sering merangkul negara Islam dalam kebijakan politik luar negerinya. Terbaru, beredar juga foto dia memeluk erat Al-Quran pemberian Arab Saudi. Bahkan foto itu sampai dipajang di jalanan Lebanon dan dirayakan penuh euforia.
Relasi Putin sebagai individu atau Rusia sebagai negara dengan Islam sebenarnya berkaitan erat dengan posisi agama itu di Rusia. Sebagai catatan, Islam di Rusia tergolong besar, meski mendapat status minoritas.
Mengacu pada data United States Commission on International Religious Freedom (2022), Islam menempati peringkat ke-2 setelah Kristen Ortodoks sebagai agama terbesar dengan persentase 5% atau 14 juta penduduk Rusia. Bahkan, populasinya konon lebih besar jika mengacu pada paparan Imam Besar Rusia, Sheikh Rawil Gaynetdin pada 2018 yang memaparkan sekitar 25 juta umat--setara jumlah gabungan penduduk Jakarta dan Banten.
Posisi Islam di Rusia ini tentu berkaitan erat dengan dinamisnya Islam mengisi ruang sejarah Rusia dari masa klasik hingga modern.
Mula Islam di Rusia
Sama seperti wilayah lain di seluruh dunia, penduduk wilayah Rusia juga awalnya mengikuti praktik animisme dan dinamisme. Nenek moyang bangsa Rusia atau proto-Rusia (selanjutnya disebut Rus) kerap menyembah angin, matahari, bulan, dan langit. Pada saat Islam muncul di Arab di abad ke-7, mereka juga masih mengikuti praktik demikian.
Selama praktik itu terus dilakukan, masyarakat Rus punya kebiasaan yang selalu menyertai, yakni migrasi ekspansif. Menurut Galina M. Yemelianova dalam Russia and Islam (2002), ekspansif dilakukan karena wilayah mereka tidak memiliki gunung dan sungai, sehingga minim sumber daya alam dan rentan mengalami serangan bangsa asing, alias lebih terbuka. Atas dasar inilah mereka mencari tempat baru ke Timur dan Selatan.
Singkat cerita, hasil dari aktivitas bertahun-tahun ini adalah semakin meluasnya wilayah Rus hingga Eropa Timur. Masyarakat Rus banyak mengisi desa-desa di Eropa Timur. Namun, tulis Geoffrey Hosking dalam Russian History (2012), tujuan mereka mencari wilayah dengan kontur geografi gagal. Dengan kata lain, wilayahnya tetap sama: hamparan kosong.
Alhasil, wilayah mereka menjadi terbuka dan konsekuensinya mudah didatangi bangsa asing, baik itu secara damai atau kekerasan. Pada titik inilah, masyarakat Rus mulai berinteraksi dengan bangsa Islam, pedagang dari Arab dan Persia.
Lambat laun, dua belah pihak tidak hanya melakukan proses transaksional ekonomi saja. Namun, juga terjadi islamisasi. Masyarakat Rus pada akhirnya mulai menjadi Islam dan meninggalkan praktik penyembahan.
Menjadi Agama Wajib Negara
Pada pertengahan abad ke-9, masyarakat Rus di Eropa Timur 'dijajah' oleh bangsa Khazar. Mengutip Ensiklopedia Brittanica, bangsa Khazar berasal dari Turki dan awalnya bagian dari Kekaisaran Turki. Namun, di pertengahan abad ke-7, mereka berpisah dan melakukan ekspansi ke wilayah lain, hingga akhirnya sukses menguasai wilayah warga proto-Rusia, yang kini menjadi Rusia modern.
Mengutip Galina M. Yemelianova dalam Russia and Islam (2002), meskipun penguasa Khazar sebagian besar adalah penyembah berhala mereka tetap mengizinkan Islam, dan juga Kristen, berkembang. Alasannya karena dua agama itu sudah menyebar di kalangan penduduk lokal.
Jadi, tak heran kalau Ibukota Khazar, Itil', dan kota-kota lain bertebaran masjid. Bahkan, saat di bawah kuasa bangsa Khazar juga, terjadi bentuk awal toleransi beragama di Eropa yang sangat kontras dengan suasana intoleransi agama di Eropa Barat. Banyak masjid yang berdiri berdampingan bersama gereja dan tempat pemujaan berhala. Lalu, banyak tentara yang beragama Muslim.
Dinamisnya hubungan Islam dan masyarakat terus berjalan seiring waktu. Begitu pula saat bangsa Viking dari Skandinavia datang.
Di kondisi ini, Islam tetap berkembang, tetapi mulai muncul kesadaran membangun negara. Masih merujuk tulisan Geoffrey Hosking dalam Russian History (2012), kesadaran itu muncul dari para penguasa lokal yang mulai merebut kuasa mendirikan negara.
Namun, hanya satu dari mereka yang sukses, yakni Vladimir The Great yang mempersatukan mereka di bawah negara Slavic baru bernama Kievan Rus. Kelak, Kievan Rus berganti nama menjadi Rus-ia, atau Rusia Modern.
Ketika membangun negara inilah, Vladimir, sebagai penyembah berhala, diharuskan memilih agama negara yang bisa dianut olehnya dan juga penduduk. Kala itu, ada banyak pilihan, dari mulai Islam, Kristen, dan Yahudi.
Namun, Islam memiliki peluang besar karena mayoritas penduduk saat itu adalah umat Muslim. Dan Vladimir pun hampir menjadikan Islam sebagai agama wajib negara. Meski begitu, jalan berbeda justru diambil oleh Vladimir.
Sebagaimana ditulis laman RTBH yang mengutip kronik kuno The Tale of Bygone Years, untuk merumuskan ini Vladimir diketahui sempat mengundang seluruh perwakilan agama. Tujuannya untuk meminta pandangan tentang ajaran agama masing-masing.
Dari Islam, diwakili oleh kelompok muslim dari Bulgaria Volva. Mereka menjelaskan bahwa ciri utama Islam adalah larangan praktik minum alkohol, tidak melakukan seks di luar nikah, tidak makan babi, dan melakukan sunat bagi pria. Praktis, Vladimir yang kerap melakukan hal-hal itu seketika tidak senang.
Menurut kronik itu, Vladimir mengucapkan ungkapan legendaris, "minum adalah kesenangan semua orang Rusia. Kita tidak bisa hidup tanpa kesenangan itu". Alhasil, Vladimir lantas memilih Kristen Ortodoks sebagai agama resmi negara yang terbaik.
Kendati demikian, alasan agama bukanlah faktor tunggal. Menurut Yemelianova di Russia and Islam (2002), faktor militer juga turut mendasari.
Vladimir percaya dengan menjadi negara Ortodoks, Rus bisa mendapat bekingan dari Bizantium untuk melawan bangsa Khazar dan Bulgaria. Ini tidak bisa didapat apabila memilih Islam sebagai agama wajib negara.
Kendati demikian, Islam di masa Kekristenan Vladimir bukan berarti di anak-tirikan. Vladimir tetap sayang karena mereka jadi tulang punggung perdagangan. Pada akhirnya, Islam pun tetap berkembang seiring zaman, menjadi besar dan bertahan hingga sekarang.
Umat Muslim lantas tersebar berkat keterbukaan nenek moyang Putin itu terhadap Islam. Mereka tak hanya berdiam di Rusia modern, tetapi juga negara-negara bekas Uni Soviet yang sudah merdeka. Antara lain, Azerbaijan, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan, yang seluruhnya menjadi negara mayoritas Muslim di Asia Tengah.
(mfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Melihat Islam di China, Tumbuh di Tengah Tindakan Repsesif