Curhat Bos BPJS Kesehatan: Beli Rokok Bisa, Bayar Iuran Ogah

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Rabu, 05/07/2023 17:25 WIB
Foto: Infografis/Kelas Standar BPJS/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan masih ada 8% dari total penduduk Indonesia yang belum menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan.

Ia menyarankan supaya mereka yang belum bergabung itu segera mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan, apalagi pasien Covid-19 sudah lagi tak ditanggung pemerintah biaya penyembuhannya, melainkan sudah masuk ke tanggungan BPJS Kesehatan.


"PR kita ada 8% yang belum jadi peserta JKN itu yang kita anjurkan menjadi peserta dan sayang kalau enggak menjadi peserta, nanti tidak hanya covid, penyakit-penyakit lain enggak tercover," ucap Ghufron saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/7/2023).

Hingga 1 Maret 2023, peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 252,1 juta orang atau sekitar 90% dari total penduduk Indonesia. Adapun target pemerintah untuk total penduduk yang tergabung dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) pada 2024 sebesar 98%.

Menurut Ghufron, belum masuknya 8% penduduk sebagai peserta BPJS Kesehatan bukan hanya karena tidak mampu, melainkan juga karena belum adanya perasaan untuk butuh memiliki layanan jaminan kesehatan.

"Bukan karena enggak mampu, karena banyak hal kan kita masalahnya ada persepsi, ability, ada willingness. Kalau mau beli rokok dia mau dan mampu, tapi kalau beli BPJS belum tentu mau kan, itu masalahnya," kata Ghufron.

Ia mengingatkan, jika ada masyarakat yang merasa belum mampu membayar iuran kepesertaan BPJS Kesehatan, pemerintah telah memberi ruang untuk masuk ke dalam kategori peserta penerima bantuan iuran (PBI). Maka menurutnya tak ada alasan untuk tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan.

"Kalau enggak mampu kan sudah masuk PBI sebetulnya. Masalahnya kalau orang yang betul-betul merasa enggak mampu tapi enggak masuk PBI itu kita anjurkan segera koordinasi ke Dinsos di wilayah setempat untuk dikoordinasikan dengan Kemensos," tutur Ghufron.

Sebagai informasi, untuk tarif iuran BPJS Kesehatan sendiri telah pemerintah tetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.

Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai Peserta PBI, iurannya sebesar Rp 42.000 yang dibayarkan langsung oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.

Kemudian bagi Peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5% dari upah, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.

Bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja).

Untuk jenis kepesertaan PBPU dan BP, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki. Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 sebesar Rp. 35.000 per orang per bulan.

BPJS Kesehatan belum mengumumkan adanya perubahan besaran iuran hingga saat ini. Pasalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menegaskan iuran tidak boleh ada kenaikan sampai pada 2024 mendatang.


(mij/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Covid-19 Kian Dianggap Biasa, Masyarakat Diminta Tetap Waspada