Bank Dunia Cap RI Naik Kelas, Apa Untungnya Buat Rakyat?

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
04 July 2023 18:21
Sejumlah warga mengantre untuk mendapat kan makanan di kawasan Jakarta, Senin (3/1/2022). Yayasan Gerakan Berbagi Pangan Dunia berdiri karena dilatarbelakangi keprihatinan dan kepedulian di tengah pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian (uncertainty) berdampak buruk bagi dunia. Mulai dari perlambatan ekonomi global hingga terjadinya resesi.
Sejumlah negara, termasuk negara tetangga Malaysia dan Singapura telah mengalami resesi. Juga Indonesia. Terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal saat pandemi. Daya beli masyarakat anjlok, merosot tajam. Bahaya kelaparan mengancam.
Bagi warga miskin yang lebih menakutkan dari Covid-19 adalah kelaparan. Semakin melemahnya daya beli, sulitnya mendapat pekerjaan, membuat mereka tidak punya uang untuk dibelanjakan.  
Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang diharapkan dapat menjadi penyelamat perekonomian nasional dari tekanan krisis akibat pandemi ini ternyata tidak berdaya. UMKM ikut terpuruk di tengah pandemi dan perlu untuk diselamatkan. Sebab, UMKM dinilai mampu menjadi penyerap tenaga kerja.
Oleh karena itu, di tengah Pandemi Covid-19 dan upaya untuk keluar dari resesi ini, Indonesia Food Bank (IFB) yang berada di bawah naungan Yayasan Gerakan Berbagi Pangan Dunia atau disingkat Yayasan Gerbang Dunia membuat program Food Share Action, yakni Berbagi Makanan.
Digagas oleh Wida Septarina Wijayanti (46) dan Hendro Utomo (50) pada Mei 2015. FOI merupakan gerakan sosial (social movement) yang diciptakan untuk memberantas kesenjangan pangan.
Gerakan ini lahir dari sebuah keprihatinan terhadap fenoman kesenjangan pangan yang ada di masyarakat. Ada kelompok kelas menengah-atas yang mampu mengeluarkan ratusan ribu rupiah hanya untuk sekali makan. Sementara itu, sebagian lagi masyarakat menghadapi kesulitan membeli makan, apalagi untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Data dari Pemprov DKI Jakarta menunjukkan masih ada warga Jakarta yang mengalami gizi buruk. Di wilayah administrasi Jakarta Utara misalnya, ada 34 kasus gizi buruk pada 2019, turun dari tahun sebelumnya yang yang mencapai 194 jiwa. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aksi Sosial Disaat Pandemi Covid-19 (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diminta waspada dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang basis kelas sosialnya terlalu mengandalkan kelas menengah, karena ketimpangan di tanah air masih sangat tinggi.

Seperti diketahui, Bank Dunia resmi menetapkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas. Bank Dunia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia melanjutkan pemulihan yang kuat pasca pandemi, dengan PDB riil meningkat mencapai 5,3% pada 2022.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,3% pada 2022 membuat pendapatan per kapita Indonesia menjadi sebesar US$ 4.580, naik dari tahun 2021 yang sebesar US$ 4.140.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan, dampak dari naik kelasnya Indonesia menjadi negara kelas menengah atas, tidak membawa dampak positif kepada masyarakat.

"Bagi masyarakat sebenarnya tidak terlalu signifikan dampaknya. Karena peningkatannya belum signifikan, kecuali US$ 4.600 sampai US$ 4.700 ke US$ 12.000. Baru itu naik lonjakan, dan itu ada kesejahteraan," jelas Tauhid kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/7/2023).

Tauhid menilai, nai kelasnya Indonesia menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas, karena ditopang masyarakat kelas menengah. Sementara masyarakat berpendapatan rendah atau rentan di Indonesia juga masih banyak.

"Di tengah-tengah itu yang kemudian seolah-olah ada di tengah-tengah (Kelas menengah ke atas). Padahal masyarakat bawah juga relatif banyak. Tercermin dari gini rasio Indonesia yang masih tinggi hampir 3,9," tutur Tauhid.

Artinya, lanjut dia, meskipun Indonesia masuk ke dalam kelas berpendapatan menengah ke atas, tapi kelompok kelas menengah bawahnya masih berat.

Senada juga disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara. Menurut dia, Indonesia naik ke kelas menengah ke atas tidak menjamin pertumbuhan akan kembali ke level sebelum pandemi.

Kenaikan status Indonesia sebagai kelas menengah atas, menurut Bhima hanya bersifat temporer karena didorong oleh pendapatan ekspor komoditas olahan primer dan setengah jadi.

Begitu harga komoditas mulai melandai, tekanan ekspor dan pelemahan sektor turunan komoditas akan membuat ekonomi kembali melemah.

Inflasi dan suku bunga yang naik akan menjadi penghalang motor ekonomi domestik untuk tumbuh rata-rata 7% pasca pandemi.

"Padahal kita tidak boleh berpuas diri dengan status kelas menengah, karena butuh growth 7% untuk lompat ke status negara maju," jelas Bhima.

Di sisi lain, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet, dengan naiknya Indonesia sebagai negara kelas menengah atas, merupakan wujud representasi dari meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di tanah air.

"Artinya secara umum kita bisa katakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini menuju ke arah yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi 10 atau 20 tahun ke belakang," jelas Yusuf.

"Ini i diindikasikan dengan meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia dan juga meningkatnya produk domestik bruto dalam beberapa tahun terakhir," kata Yusuf lagi.

Naiknya Indonesia menjadi kelas menengah ke atas, ketiga ekonom sepakat bahwa ini akan menimbulkan untung dan rugi untuk pemerintah.

Manfaatnya adalah Indonesia bisa mendapatkan bunga pinjaman yang lebih rendah di pasar, karena rating utangnya lebih baik, sehingga berkesempatan lebih dipercaya oleh investor dan mitra dagang.

Namun, Indonesia juga akan lebih banyak meminjam dari skema pasar bukan skema hibah atau skema pinjaman loan (soft loan), yang bersifat bilateral-multilateral. Itu konsekuensi dari status negara yang naik.

Kelemahan lainnya adalah fasilitas perdagangan, sebagai contoh soal GSP (Generalized System of Preferences) untuk ekspor ke AS bagi di Indonesia bisa di evaluasi, karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Saran Bank Dunia agar RI Jadi Negara Maju

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular