Meteor 'Raksasa' Pernah Hantam Jawa Barat, Ini Lokasinya
Penemuan sebuah kawah meteor di hutan pinus di selatan Jawa Barat, berkembang pada fakta temuan lain, bahwa di bagian lain Jabar selatan juga pernah terjadi tumbukan meteor besar yang menghasilkan kawah besar pada jutaan tahun lalu. Kini lokasi itu menjadi kawasan terkenal sebagai geopark yang jadi destinasi wisata. Ini lokasinya.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 2014, United States Geological Survey (USGS) merilis data satelit penginderaan jauh dari Landsat 7 dan SRTM 1 Arc-Second. Lewat dua media itu, dapat dilihat jelas bentuk relief permukaan bumi di seluruh dunia mulai dari tutupan lahan hingga perubahan-perubahannya.
Dari rilis data itulah tim peneliti gabungan dari Universitas Padjadjaran dan Institut Teknologi Bandung menemukan hal menarik tentang kondisi relief bumi di Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat. Berkat gambar citra satelit, mereka melihat tebing besar berbentuk setengah lingkaran.
Mereka menamai temuannya itu sebagai mega-amphitheatre. Penamaan amphitheatre diambil dari gelanggang besar pertunjukan asal Yunani Kuno untuk memberikan visual bahwa tebing itu berbentuk mirip dengan amphitheatre.
Proses apapun di bumi, pasti ada sebab-akibat begitu pula proses pembentukan tebing besar ini. Namun, tak mudah untuk mengungkap prosesnya sebab Indonesia memiliki ragam hasil dari aktivitas tektonik, sehingga membuat satu bentuk relief sulit dijelaskan penyebab kemunculannya.
Khusus mengenai mega-amphitheatre itu, peneliti mengungkap prosesnya masih menjadi misteri. Hukum geologi menyebut bahwa formasi batu muda harus berada di atas batu tua. Dari sini dapat diketahui berapa usia kondisi geologi tersebut. Namun, dalam kasus ini tidak terjadi demikian.
Lokasi batu muda dan batu tua di mega-amphitheatre menunjukkan perbedaan. Batu muda dan batu tua ditemukan dalam satu level ketinggian yang sama. Menurut peneliti, ini disebabkan karena di masa lalu ada keruntuhan formasi yang lebih muda ke arah palung samudera. Alhasil, penempatan kedua usia batu itu tidak sesuai dengan hukum geologi.
Pada titik inilah, peneliti gabungan yang merilis risetnya tahun 2018 itu mengungkap telah terjadi peristiwa besar yang membuat terjadinya keruntuhan dan perbedaan kondisi geologi di wilayah tersebut. Penyebabnya bukan karena aktivitas seismik atau vulkanik, melainkan hantaman meteor yang berukuran besar.
Hipotesis ini diajukan dengan melihat kasus dampak hantaman meteor di Wolfe Creek, Australia Barat. Di sana ditemukan mega-amphitheatre, seperti yang terjadi di Ciletuh, Sukabumi. Menariknya, umur mega-amphitheatre Australia dan Ciletuh juga sama, yakni 0,3 juta tahun lalu. Dari temuan ini bisa ditarik garis kesimpulan bahwa mega-amphitheatre di Ciletuh bisa disebabkan juga oleh hantaman meteor yang sama.
Namun, untuk mengidentifikasikan karakteristik meteor di Australia lebih mudah dibanding di Tanah Air. Di sana tidak banyak aktivitas tektonik, berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia yang sering gempa dan banyak gunung meletus, ditambah banyaknya varietas tanaman menutupi karakteristik wilayah yang terkena hantaman meteor.
Singkatnya, jauh lebih sulit mengungkapnya saat di Indonesia. Kendati demikian, karakteristik itu masih bisa ditemui lewat identifikasi morfologi kawah, anomali geofisika, bukti shock metamorphism, dan keberadaan bukti geokimia.
Berdasarkan karakteristik tersebut, peneliti mengambil kesimpulan bahwa mega-amphitheatre itu disebabkan karena meteor jatuh. Hal ini dibuktikan dengan adanya relief permukaan bumi khas sisa tumbukan meteorit, ada tonjolan dan cekungan. Lalu, terlihat juga pada karakteristik Sungai Ciletuh yang berkelok-kelok yang mengindikasikan adanya hantaman meteor.
Sumber: "Remote Sensing Identification of Possible Meteorite Impact Crater on Ciletuh, West Java" (2018, International Journal on Advanced Science Engineering Information Technology)
Bersambung ke bagian 6 baca di sini
(mfa/mfa)