
Pemerintah Ngotot Pertamina Masuk Masela, Ternyata Gegara Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kini tengah mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero) untuk mengambil alih hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell Upstream Overseas Ltd sebesar 35% di Blok Masela.
Pengambilalihan 35% itu bahkan ditargetkan rampung pada akhir Juni 2023 ini. Namun, masuknya Pertamina pada proyek tersebut dinilai terlalu terburu-buru.
Praktisi minyak dan gas bumi (migas) Hadi Ismoyo bahkan menilai pemerintah 'ngotot' dengan mendorong Pertamina untuk segera masuk pada proyek migas raksasa di Maluku tersebut.
Dia menilai bahwa Pemerintah Indonesia ingin proyek Blok Masela untuk segera dikembangkan. Sementara saat ini proyek ini masih jalan di tempat, terlebih salah satu investor, yakni Shell berencana untuk hengkang dari proyek ini sejak 2019 lalu. Tapi hingga kini Shell belum juga menemukan penggantinya.
Oleh karena itu, perusahaan yang bisa didorong untuk segera mengembangkan proyek gas 'raksasa' ini tak lain yaitu BUMN, seperti Pertamina.
"Pemerintah ngotot, karena ingin Masela harus segera dikembangkan," jelas Hadi kepada CNBC Indonesia, Jumat (23/6/2023).
Terlebih, lanjutnya, proyek Blok Masela ini belum mendapatkan kepastian pembeli gas. Dengan demikian, akan sulit mendapatkan investor pengganti Shell bila belum ada kepastian pembeli gas.
Menurutnya, secara bisnis akan sulit mengukur kelayakan proyek bila belum ada Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) atau Gas Sales Agreement (GSA).
"Butuh waktu lama sampai Masela menemukan pembeli dengan ditandatanganinya GSA oleh para pihak," ujarnya.
"Kelihatannya (Pertamina) dipaksa (masuk Masela). Karena secara korporasi, sulit proyek ini feasible kalau nggak ada GSA dengan buyer," tambahnya.
Selain itu, dia mengatakan bila memang Pertamina masuk dalam Proyek Blok Masela dalam waktu dekat, ini belum akan memberikan keuntungan bagi Pertamina. Menurutnya, akan lebih baik bila Pertamina masuk dalam proyek tersebut bila memang sudah ada kesepakatan dengan pembeli gas di Blok Masela.
"Menurut saya ya tidak ada keuntungan bagi Pertamina kalau masuk sekarang ke Blok Masela. Lebih baik bersabar sampai ada GSA," paparnya.
Lebih lanjut, Hadi menilai bahwa sebaiknya pemerintah turut bersabar hingga Blok Masela bisa kembali ke pangkuan Tanah Air. Hal itu mengingat dalam kurun waktu 1-2 tahun mendatang, apabila Shell tidak mau mengembangkan proyek jumbo ini, terdapat klausul untuk dikembalikan ke negara.
"Toh jika sampai waktu tertentu tidak dikerjakan kan kembali ke pemerintah," ucapnya.
"Saat dikembalikan ke pemerintah itulah saat yang tepat bagi Pertamina untuk masuk dengan penugasan. Kemudian, pemerintah dan Pertamina membuat planning yang massive terintegrasi antara hulu dan hilir," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan PT Pertamina (Persero) akan mengambil alih hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell Upstream Overseas Ltd sebesar 35% di Blok Masela. Proses pengambilalihan tersebut ditargetkan dimulai pada akhir Juni ini.
Arifin menjelaskan kedua belah pihak sejatinya sudah sepakat terkait harga PI yang akan dialihkelolakan. Namun sayang, Arifin enggan membeberkan nilai peralihan PI.
"Sudah ada angkanya, masuklah dalam targetnya yang akan ambil participating interest dan akan diselesaikan akhir bulan ini," ungkap Arifin di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (16/6/2023).
Arifin menyebut Pertamina nantinya akan membayar separuh dari nilai hak partisipasi tersebut terlebih dahulu sebagai tanda jadi. Kemudian, separuhnya akan dibayarkan setelahnya.
"Bulan ini, itu separuhnya. Iya separuhnya dulu sebagai tanda jadi, tanda serius," kata dia.
Sebelumnya, Arifin mengatakan harga pelepasan PI yang ditawarkan Shell sudah jauh di bawah US$ 1 miliar.
Perlu diketahui, proyek ini dikatakan "raksasa" karena mulanya diperkirakan akan menelan biaya hingga US$ 19,8 miliar, belum termasuk penggunaan teknologi CCUS tersebut. Bila penerapan teknologi CCUS bisa meningkatkan investasi sekitar US$ 1,4 miliar, artinya investasi proyek gas Blok Masela ini bisa melonjak menjadi US$ 21,2 miliar atau sekitar Rp 318 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).
Blok Masela ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan ditargetkan bisa menghasilkan gas "jumbo" sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.
Proyek ini dikelola oleh Inpex Masela Ltd yang bertindak sebagai operator dan memegang hak partisipasi 65% dan 35% masih dipegang oleh Shell.
Inpex dan mitranya nantinya akan membangun Kilang Gas Alam Cair (LNG) di darat yang mulanya ditargetkan sudah bisa beroperasi pada 2027. Terbaru, operasional proyek ini diperkirakan mundur menjadi 2029.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Bentuk Konsorsium Ambil Saham Shell di Blok Masela