Sepak Bola Argentina Boleh No.1 Dunia, Soal Utang Nanti Dulu!
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional atau FIFA menempatkan Argentina pada posisi pertama. Sementara itu, Indonesia jauh tertinggal di posisi 149 pada tahun ini.
Bahkan, Tim Nasional (Timnas) Indonesia habis digilas 2-0 terhadap Argentina di FIFA Matchday kemarin, Senin (19/6/2023). Dalam hal sepak bola Indonesia boleh tertinggal soal sepak bola dari Argentina. Namun, soal ekonomi ternyata Indonesia masih lebih unggul.
Dari catatan Tim Riset CNBC Indonesia, tingkatan utang Indonesia jauh lebih aman dari Argentina. Dikutip dari CEIC, negara Tango ini mencatatkan total utang US$ 396,6 miliar per Desember 2022 atau sekitar Rp 594.900 triliun. Padahal, PDB nominalnya sebesar US$ 156,4 miliar.
S&P Global mencatat dua pemerintah Argentina berikutnya akan menghadapi persyaratan layanan utang luar negeri yang berat, dengan beban tertinggi pada 2028-2030.
"Ini berasal dari restrukturisasi utang luar negeri 2020 dan kesepakatan 2022 dengan IMF untuk menjadwal ulang pinjaman IMF menggunakan Extended Fund Facility (EFF) 10 tahun senilai US$44,5 miliar," tulis S&P dalam laporannya.
Namun soal utang, Indonesia lebih aman dibandingkan Argentina. Posisi utang pemerintah Indonesia sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun. Per Maret 2023, utang Indonesia mencapai Rp 7.879 triliun atau 39,1% terhadap PDB.
Menilik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang yakni sebesar 60% terhadap PDB. Pemerintah pun mengklaim, telah melakukan pengelolaan utang secara baik dan terkendali.
Tak hanya itu, inflasi Argentina bergerak lebih liar dibandingkan Indonesia. Inflasi Argentina telah menjadi momok sejak tahun 1980. Inflasi Argentina pun makin tak terkendali setelah adanya pandemi Covid-19 dan perang Rusia - Ukraina. Bahkan, bank sentralnya diperdiksi tembus 100% akhir tahun ini.
Fakta terbaru menunjukkan empat dari 10 orang di warga Argentina hidup di bawah garis kemiskinan. Perekonomian negeri itu, begitu bergantung pada dolar AS, sehingga muncul istilah dolarisasi ekonomi.
Alhasil, ini membuat ekonomi barter, menukarkan susu dengan popok atau barang lain adalah hal yang lumrah sehari-hari. Setiap hari, orang-orang dilaporkan menerka-nerka berapa harga yang wajar untuk sekantong beras. Mereka menggunakan media sosial untuk melakukan transaksi.
(haa/haa)