Internasional

Janji Manis Biden & Pragmatisme AS di Balik China Vs Taiwan

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 20/06/2023 16:10 WIB
Foto: AFP/FREDERIC J. BROWN

Jakarta, CNBC Indonesia - Taiwan menjadi titik panas antara hubungan Amerika Serikat (AS) dan China. Bahkan, ketegangan keduanya akibat pulau itu sempat menarik sejumlah aksi militer seperti latihan dan pelayaran kapal perang.

Taiwan merupakan pulau yang diakui China sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Namun, pulau itu menolak menjadi bagian dari Beijing, dan memiliki pemerintahan mandiri yang demokratis.

Selama bertahun-tahun, China telah berhasil memburu banyak sekutu formal Taiwan. Bahkan, Negeri Tirai Bambu berhasil mengurangi jumlah pemerintah yang mengakui Taipei menjadi hanya 13 saja di seluruh dunia, dengan terbaru Honduras menyatakan dukungan diplomatik kepada Beijing.


"Semua putra dan putri China, termasuk rekan senegaranya di kedua sisi Selat Taiwan, harus bekerja sama dan bergerak maju dalam solidaritas, dengan tegas menghancurkan plot 'kemerdekaan Taiwan'," kata Presiden China Xi Jinping dalam perayaan seratus tahun berdirinya Partai Komunis China.

Tetapi keberadaan Pemerintah di Taipei ini mendapatkan bekingan AS. Presiden AS saat ini, Joe Biden, menegaskan akan melindungi Taipei bila China benar-benar melakukan invasi ke Taiwan layaknya yang dilakukan Rusia di Ukraina.

Tak hanya itu, beberapa pejabat AS seperti Mantan Ketua DPR Nancy Pelosi dan Ketua DPR Petahana yang juga penerus Pelosi, Kevin McCarthy, bahkan terlibat dalam pembicaraan langsung dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing Wen.

Tahun lalu, Pelosi mengadakan kunjungan ke Taipei. Sementara McCarthy menyambut Tsai dalam kunjungan transit di California pada April lalu.

Manuver ini kemudian dibalas China dengan pengerahan militer di sekitar Taiwan. Tercatat, ratusan pesawat milik Beijing kedapatan terbang di wilayah Pertahanan Udara Taiwan atau ADIZ, menimbulkan spekulasi bahwa Presiden China Xi Jinping sedang mempersiapkan serbuan ke pulau itu.

'Cinta Segitiga' China-AS-Taiwan

Hubungan antara ketiganya sendiri memiliki catatan yang panjang. Sebelumnya, AS dan banyak negara dunia hanya mengakui Taiwan sebagai pemilik resmi China, di mana Taipei menjadi ibu kota negara yang bernama resmi Republik China.

Hal itu kemudian berubah pada 1970-an, tepatnya tahun 1971 saat pertandingan tenis meja di Nagoya, Jepang. Dalam kesempatan itu, atlet dari Republik Rakyat China, atau yang dikenal hari ini sebagai China, mendapatkan kesempatan untuk bertanding dengan tim AS.

Ini menjadi poin interaksi awal antara Beijing dan Washington. Atas prakarsa Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Henry Kissinger (1973-1977), AS akhirnya terjalin hubungan diplomatik dengan Beijing, yang dikenal sebagai Ping Pong Diplomacy.

Tak lama mengakui hanya ada satu China, yakni China yang dikuasai oleh rezim di Beijing dan bukan Taipei. Prinsip ini kemudian banyak diadopsi beberapa negara.

Bekingan AS untuk Taiwan

Meski telah melepaskan pengakuan China dari Taipei, Washington terus menjadikan Taiwan sebagai bagian dari status quo. AS merupakan beking, pendukung dan pemasok senjata internasional terpenting di pulau itu. Baru-baru ini, kapal perang AS bahkan sempat melintasi wilayah Selat Taiwan, yang memisahkan Pulau Taiwan dengan China Daratan.

Dalam situs resmi Departemen Luar Negeri AS, AS menganggap Taiwan sebagai mitra utama di Indo-Pasifik. Meskipun mengadopsi prinsip Satu China, Washington mengklaim memiliki hubungan tidak resmi yang kuat dengan Taipei.

"AS dan Taiwan berbagi nilai-nilai yang sama, hubungan komersial dan ekonomi yang mendalam, dan hubungan antarmanusia yang kuat, yang membentuk landasan persahabatan kita dan berfungsi sebagai pendorong untuk memperluas keterlibatan AS dengan Taiwan," tulis situs itu.

"Konsisten dengan Undang-Undang Hubungan Taiwan, AS menyediakan artikel dan layanan pertahanan sebagaimana diperlukan untuk memungkinkan Taiwan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai."

Ini kemudian membuat pihak China berang dan memicu ketegangan antara Negeri Tirai Bambu dan Negeri Paman Sam. Pejabat tinggi China bahkan berulang kali memperingatkan agar AS tak main api dalam menghadapi Taiwan.

Bertepuk Sebelah Tangan?

Namun, ketegangan itu mulai diredakan Menlu AS saat ini, Antony Blinken. setelah bertemu dengan Xi Jinping di Beijing pada Senin (19/6/2023), Blinken menegaskan kembali kebijakan Satu China yang sudah lama ada di AS, yang berarti hanya ada satu pemerintah China.

"Kebijakan itu tidak berubah. Kami tidak mendukung kemerdekaan Taiwan," katanya, menjelaskan AS tidak menginginkan perubahan status quo, seperti dikutip BBC.

Blinken juga menambahkan bahwa dirinya menyampaikan kekhawatiran AS tentang "tindakan provokatif" China di Selat Taiwan kepada Xi dalam pertemuan sebelumnya.

Sementara itu, Presiden Xi mendesak AS untuk tidak melukai hak dan kepentingan China. Ini ditandai banyak pihak sebagai peringatan agar tidak kembali bermain-main soal Taiwan.

Meski begitu, China dan AS sendiri memang diketahui memiliki volume perdagangan yang besar. Tahun lalu, volumenya mencapai rekor tertinggi US$ 690,6 miliar, meskipun ketegangan sedang berlangsung. Ini membuat hubungan dagang keduanya menjadi salah satu isu penting.

Pejabat kebijakan luar negeri tertinggi China, Wang Yi, mengatakan AS hanya memiliki dua pilihan dalam mengendalikan hubungannya dengan Beijing. Dua pilihan itu yakni kerjasama atau konfrontasi.

"Penting untuk membuat pilihan antara dialog dan konfrontasi, kerja sama, atau konflik," katanya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Xi Jinping Dan Putin Desak Israel dan Iran Akhiri Konflik