Proyek Raksasa RI Ini Bergantung ke Rusia, China Sampai AS!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 14/06/2023 19:35 WIB
Foto: AFP via Getty Images/SAUL LOEB

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa masih ada isu politis pada proyek gas 'raksasa' RI di Natuna, tepatnya Wilayah Kerja (WK) atau Blok Natuna D-Alpha.

Hal ini terutama karena blok gas tersebut bersinggungan dengan wilayah Laut China Selatan yang kerap menjadi perebutan dunia.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa terdapat isu yang sangat politis dari berkenaan dengan lokasi WK Natuna D-Alpha. Isu politis tersebut disebutkan berkaitan dengan sejumlah negara adidaya antara lain Amerika Serikat, China, sampai Rusia.


"Itu sangat politis," jawab Tutuka saat ditanya perusahaan mana yang tertarik untuk mengelola WK Natuna D-Alpha, ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"Karena perbatasan, itu dari dulu batasnya, perusahaan Amerika (pernah mengelola) kan ini Exxon. Kalau yang masuk Rusia, China, nanti Amerika balik lagi nggak," jelas Tutuka saat ditanya seperti apa sisi politis dari pengelolaan WK tersebut.

Seperti diketahui, sebelumnya perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) yakni Exxon pernah tertarik untuk mengelola WK tersebut, namun akhirnya memutuskan hengkang dari proyek ini pada 2017 silam.

Namun yang pasti, Tutuka mengatakan bahwa biaya yang harus dikocek untuk mengelola WK tersebut sangatlah besar. Pasalnya, kandungan karbon dioksida (CO2) pada blok migas ini sangat besar, yakni mencapai 71%.

"(Biaya kelola) sangat mahal, kan bisa dibayangkan ya. Nanti kalau diproduksi itu skala maksimal produksi CO2-nya sebesar produksi gas nasional seluruh Indonesia," paparnya.

Dengan begitu, Tutuka membeberkan bahwa pihaknya akan membuat syarat dan ketentuan yang bagus.

"(T&C) harus bagus. Kita akan garap bersama RUU Migas. Kalau secara biasa kayaknya sulit," ucapnya.

Tutuka menyebutkan WK tersebut akan dilelang pada saat saat acara tahunan Asosiasi Perusahaan Migas Indonesia atau Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition di akhir Juli 2023.

Perlu diketahui, Blok Natuna D-Alpha atau sebelumnya bagian dari Blok East Natuna ini merupakan salah satu sumber penyimpan 'harta karun' raksasa karena memiliki sumber daya gas mencapai 222 triliun kaki kubik (TCF), meski yang bisa dieksploitasi nantinya hanya sebesar 46 TCF karena mengandung karbon dioksida (CO2) cukup besar yakni mencapai 71%.

Meski demikian, jumlah sumber daya gas di blok ini bahkan diperkirakan mencapai tiga kali lipat dari cadangan gas di Lapangan Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat dan Blok Masela, Maluku.

Di lain sisi, pemerintah dinilai perlu segera mengembangkan potensi migas jumbo yang berada di Natuna. Pasalnya, terdapat beberapa kerugian yang akan ditanggung jika blok tersebut tidak segera dikembangkan.

"Kalau tidak dikembangkan ada dua kerugian utama. Pertama, revenue buat NKRI. Kedua, geopolitik kawasan," ujar Praktisi Migas dan Ketua Alumni Teknik Perminyakan ITB Hadi Ismoyo kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.

Menurut Hadi, paling tidak dengan adanya bangunan fisik di wilayah tersebut, secara tidak langsung pemerintah juga telah menegakkan kedaulatan di East Natuna sebagai bagian utuh wilayah NKRI yang sah dan sesuai hukum internasional.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Resmikan Lapangan Migas Rp 9, 8 T