
Anak Buah Luhut Ungkap Biaya 1 Proyek Smelter Tembus Rp14,8 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membeberkan bahwa biaya pembangunan satu proyek hilirisasi komoditas pertambangan di Indonesia rata-rata menyentuh hingga US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.855 per US$).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan bahwa biaya pembangunan fasilitas hilirisasi komoditas pertambangan di Indonesia hampir tidak ada yang berada di bawah US$ 1 miliar.
"Jadi memang investasinya memang satu proyek itu cukup besar ya, saya sangat jarang lihat ada proyek hilirisasi itu di bawah US$ 1 miliar, rata-rata itu di atas US$ 1 miliar dengan struktur seperti itu," jelas Seto dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Senin (12/6/2023).
Oleh karena itu, Seto mengatakan Indonesia saat ini masih mengandalkan bank mancanegara seperti pendanaan dari Bank Singapura dalam pembiayaan pembangunan smelter di Indonesia yang ditaksir membutuhkan dana yang cukup besar.
"Pembiayaan tersebut rata-rata memang dari US$ 1 miliar itu biasanya itu 30% itu ekuitas 70% itu pinjaman bank, bahkan sekarang saya lihat bank-bank Singapura juga cukup agresif dalam pembiayaan proyek-proyek hilirisasi di Indonesia," papar Seto.
Dia menyebutkan hal itu disebabkan pendanaan dari bank dalam negeri dinilai masih sedikit karena hanya sampai lima bank yang mau membiayai hilirisasi di Indonesia.
"Sebagaimana kita tahu di dalam negeri mungkin hanya 4-5 bank yang memiliki kemampuan untuk pembiayaan hilirisasi ini," tambah Seto.
Per Januari 2023 lalu, dalam catatan CNBC Indonesia, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) membeberkan alasan dibalik belum tuntasnya pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) bauksit di Indonesia.
Hal tersebut ternyata dikarenakan investasi yang begitu besar, namun sulitnya investor yang mau masuk.
APB31 juga menilai bahwa untuk mendirikan satu smelter bauksit diperlukan modal (Capital Expenditure/ Capex) hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.160 per US$). Sehingga dia menilai, investasi dalam pembuatan smelter ini agak berat.
Adapun hal lain yang dihadapi para pengusaha bauksit adalah ketika sudah sepakat antara investor dan pengusaha untuk membangun smelter di Indonesia, namun tiba-tiba Izin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut.
Selain itu, tidak ada bank pemerintah yang mau membiayai pembangunan fasilitas pemurnian bahan mineral mentah atau smelter di Indonesia. Justru, menurut Pelaksana Ketua Harian APB3I Ronald Sulistyanto, hanya ada bank asing asal China yang membiayai pembangunan smelter bauksit.
Akibatnya, pembangunan smelter di dalam negeri masih menuai pergolakan.
"Kalau di komunitas kami bauksit sampai hari ini belum ada yang dibiayai bank lokal itu ya, yang ada itu dibiayai oleh bank asing. Dan itu baru satu, satu itu adalah Well Harvest, itu adalah dibiayai bank asing," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (3/2/2023).
Ronald mengaku sudah mencoba mengajukan permohonan kerja sama dengan bank lokal dalam pembangunan smelter bauksit. Sebab, imbuh dia, pembangunan smelter juga termasuk program pemerintah yang seharusnya juga didukung oleh pemerintah.
"Kami sudah berupaya untuk mencari dan memberikan permohonan atau minta agar kita bisa bekerja sama. Karena kan tentu kalau program ini pemerintah dan ini dalam tanda petik memang feasible," ujarnya.
Sehingga menurutnya, bank dalam negeri harus siap dalam membiayai pembangunan smelter di Indonesia.
"Harus siap, bank khususnya bank pelat merah itu harusnya bisa mengerti dan selaras apa menjadi program pemerintah," tukasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Biaya Smelter RI Andalkan Bank Tetangga
