
Bumi Panas Kering, Perusahaan Malaysia di RI Wajib Lapor

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Malaysia berencana memerintahkan perkebunan milik perusahaan Malaysia yang beroperasi di Indonesia secara resmi melaporkan bagaimana mereka bekerja. Terutama dalam mencegah kebakaran hutan. Menteri Sumber Daya Alam, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Malaysia Nik Nazmi bin Nik Ahmad mengatakan banyak perusahaan perkebunan Malaysia di Indonesia bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam mencegah kebakaran hutan.
Mengutip Channel News Asia, Sabtu (10/6/2023), negara-negara di kawasan bersiap menghadapi risiko kabut lintas batas yang lebih tinggi di tengah kondisi yang lebih panas dan kering dalam beberapa bulan mendatang.
"Pada saat yang sama, kami sedang berbicara dengan Bursa Malaysia, bursa saham kami, agar perusahaan perkebunan kami mengungkapkan apa yang telah mereka lakukan dan semua itu untuk mengatasi masalah ini," kata Nik Nazmi dikutip Sabtu (11/6/2023).
Nik Nazmi berbicara di Singapura setelah bertemu perwakilan dari empat negara anggota ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, Brunei dan Indonesia untuk membahas masalah kabut asap lintas batas.
Dia menyebut negara-negara anggota setuju untuk bekerja sama dalam masalah ini daripada menunjuk satu sama lain, dan lebih dekat berbagi data pemantauan cuaca untuk menghasilkan langkah-langkah mitigasi yang lebih komprehensif.
Kabut asap lintas batas terkadang menjadi poin penting pembahasan bagi negara-negara ASEAN.
Pada tahun 2019, Indonesia mengatakan beberapa kebakaran hutan di wilayahnya telah dimulai di lahan yang digunakan oleh anak perusahaan Malaysia, karena tetangga saling menyalahkan atas kebakaran yang menyebarkan kabut asap ke seluruh wilayah.
"Ini pasti akan baik bagi perusahaan perkebunan untuk menggambarkan bahwa kami memainkan peran kami," kata Nik Nazmi.
Ia mengatakan telah menerima laporan dari perusahaan semacam itu sebelumnya, tetapi sedang mempertimbangkan untuk melembagakannya dengan bursa saham Malaysia. Ketika ditanya apakah ini berarti memasukkannya ke dalam undang-undang, dia mengatakan pemerintah harus mencari cara yang terbaik.
"Kami menginginkan transparansi yang lebih besar, karena dengan transparansi muncul akuntabilitas... Jadi melalui itu, daripada pendekatan hukuman... transparansi adalah cara terbaik," tambahnya.
Meski demikian, Nik Nazmi mengatakan Malaysia masih mempertimbangkan apakah akan bergerak dengan undang-undang untuk menghukum perusahaan lokal yang membakar perkebunan di Indonesia dan menyebabkan kabut asap di Malaysia.
Petani biasanya memanfaatkan kondisi kering untuk membakar dan membersihkan lahan dari vegetasi untuk persiapan budidaya tanaman.
Undang-undang tersebut, yang disusun selama pemerintahan Mahathir Mohamad pada 2019, telah ditangguhkan oleh pemerintahan sebelumnya.
Sementara Singapura telah memperkenalkan Undang-Undang Pencemaran Kabut Lintas Batasnya sendiri dan pada tahun 2015 menyelidiki empat perusahaan Indonesia sehubungan dengan penyebab atau membiarkan kebakaran yang mengakibatkan tingkat kabut asap yang tidak sehat di Singapura.
Tetapi undang-undang tersebut tidak menghasilkan penuntutan di tengah kesulitan mendapatkan bukti di yurisdiksi lain.
"Kami ingin melihat seberapa efektif itu. Misalnya pengalaman Singapura, berapa banyak penuntutan, berapa banyak yang berhasil dan sebagainya," kata Nik Nazmi.
"Bagi kami, itu harus melampaui undang-undang simbolis. Jadi, kami akan melihatnya melalui lensa yang sangat luas," tambahnya.
Dalam gambaran yang lebih besar, Nik Nazmi mengatakan anggota ASEAN yang ditemuinya setuju untuk memainkan peran mereka dalam mengatasi kabut asap lintas batas.
"Kami semua berkomitmen bahwa jika terjadi sesuatu, kami semua akan saling membantu. Kami tidak akan hanya mengatakan: 'Oh, ini masalah Indonesia, masalah Singapura atau masalah Malaysia," ujarnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Ancam Copot Kapolda-Pangdam Kalau ada Kebakaran Hutan!
