Terungkap! Biang Kerok Shell Hengkang dari Proyek Raksasa RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Keputusan Shell untuk cabut dari proyek Blok Masela sejak beberapa tahun lalu rupanya bukan tanpa sebab. Ini terjadi seiring dengan pemindahan lokasi kilang gas alam cair (LNG) Blok Masela yang sebelumnya ditetapkan di laut, kemudian berubah menjadi di darat.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, Shell sejatinya telah menyiapkan teknologi dengan konsep pengembangan Blok Masela di lepas pantai. Hal tersebut sesuai dengan rencana pengembangan atau Plan of Development (POD) pertama Blok Masela yang disetujui pemerintah pada 2010 lalu.
Namun demikian, pemerintah akhirnya memutuskan agar skema pengembangan Blok Masela yang tadinya kilang gas berada di laut berganti menjadi di darat. Kondisi tersebut menurutnya membuat Shell akhirnya memutuskan untuk pergi dari proyek gas raksasa ini.
"Sebagai perusahaan yang mempunyai kapabilitas seperti itu mempunyai preferensi kan, kemudian harapan itu berpindah ke onshore (darat), mungkin juga karena perbedaan itu, jadi kapabilitasnya dia yang seharusnya bisa dikembangkan selain pertimbangan ekonomi, dia memutuskan untuk pergi," jelas Tutuka dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (6/6/2023).
Meski demikian, Tutuka meminta apabila Shell hengkang dari proyek Blok Masela, perusahaan juga turut bertanggung jawab untuk mencari penggantinya. Sekalipun dalam proses perjalanannya tidak mudah.
"Maunya Shell di offshore (laut). Kemudian kalau pindah ke onshore (darat) dia gak begitu juga. Ada punya responsibility untuk mencari pengganti lah itu sesuatu yang wajar. Kalau gak ketemu pengganti wajar juga karena tergantung harga gas siapa yang berani sebesar itu, risikonya," kata Tutuka.
Seperti diketahui, Shell sendiri menguasai 35% participating interest (PI) di Blok Masela. Sisanya dikuasai oleh Inpex Corporation sebesar 65%. Adapun perusahaan yang bertindak selaku operator di Blok Masela yaitu Inpex.
Dengan rencana keluarnya Shell dari proyek Blok Masela, pemerintah mendorong agar BUMN migas yakni Pertamina dapat masuk untuk mengambil 35% hak partisipasi milik Shell. Namun proses negosiasi antara Shell dan Pertamina sampai saat ini masih belum kelar.
Tutuka menuturkan, kesepakatan antara Shell dan Pertamina bisa rampung pada akhir Juni ini.
"Jadi harapannya, kalau akhir Juni selesai ending-nya diharapkan bisa baik lah, dari segi bisnis win win," pungkasnya.
Blok Masela merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) karena ditargetkan bisa menghasilkan gas "jumbo" yakni sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.
Proyek ini dikatakan "raksasa" karena diperkirakan akan menelan biaya hingga US$ 19,8 miliar. Pengelola blok ini baik Inpex dan mitranya nantinya akan membangun Kilang Gas Alam Cair (LNG) di darat yang mulanya ditargetkan sudah bisa beroperasi pada 2027. Kabar terbaru, operasional proyek ini diperkirakan mundur ke 2029.
(wia)