Wamenkeu: Pertumbuhan Ekonomi RI Lampaui Kenaikan Utang

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
05 June 2023 16:54
Wakil Menteri Keuangan/Ketua Satgas Percepatan UU Cipta Kerja, Suahasil Nazara dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023, Rabu (21/12/2022). (Tangkapan layar via Youtube PerekonomianRI)
Foto: Wakil Menteri Keuangan/Ketua Satgas Percepatan UU Cipta Kerja, Suahasil Nazara dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2023,

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan mengklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara G20 dan ASEAN. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Vietnam, itu yang bar biru, lebih tinggi dibandingkan kenaikan utang," ungkapnya, Senin (5/6/2023).

Sementara itu, India, AS, China, Malaysia dan Thailand mencatatkan kenaikan PDB yang lebih rendah dari pertumbuhan utang. Dari catatan Indonesia, maka setiap US$1 tambahan utang menghasilkan tambahan PDB lebih dari US$ 1 atau tepatnya US$ 1,34.

"Kalau kita lihat negara lain, jika kenaikan utangnya lebih dari pertumbuhan PDB maka angkanya di bawah 1," paparnya.

Sebagai catatan, utang selama ini menjadi sorotan publik. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menuturkan bahwa rasio utang terhadap PDB ditetapkan batasannya sebesar 60%. Saat ini, kata Yustinus, rasio utang telah menurun dari kisaran 40,7% menjadi 39,17%.

"Kita harus fair bahwa kita ada di batas yang wajar, termasuk dalam defisit (APBN)," tegasnya dalam Your Money Your Vote.

"Pemerintah tidak ugal-ugalan, justru ingin disiplin. Kita bicara soal nominal-nominal utang, kan kita lupa bagaimana penggunaannya. Kenapa kita perlu utang," katanya.

Tidak hanya itu, aset pemerintah juga meningkat tajam selama 2015-2022, yakni dari Rp 5.000 triliun menjadi Rp 11.000 triliun. Angka naik dua kali lipat. Selain itu, belanja publik a.l. kesehatan, infrastruktur, pendidikan hingga perlindungan sosial juga meningkat.

"Waktu era Pak SBY selama 10 tahun Rp 3.753 triliun, itu menjadi Rp 8.920 triliun, artinya ada peningkatan," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Yustinus juga mengungkapkan bahwa perhitungan Debt Service Ratio (DSR) yang digunakna Indonesia tidak lagi soal pinjaman pokok ditambah bunga dibagi ekspor.

Saat ini, perhitungan sudah berubah karena jumlah utang lebih tinggi. Perhitungan terbaru adalah pembayaran pokok plus cicilan bunga dibagi dengan pendapatan negara.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang RI Tembus Rp 7.734 T di Akhir2022, Porsi Asing Secuil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular