
Faisal Basri Ungkap Era Jokowi Super Boros, Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai sangat boros. Hal tersebut diungkapkan oleh Ekonom Senior INDEF Faisal Basri.
Menurut dia, pemborosan tersebut tercermin dari belanja negara dan rasio pajak yang sangat berjarak. Dengan demikian, terpaksa pemerintah harus menarik utang untuk menutupi gap atau selisih tersebut.
"Di era Jokowi belanja tidak turun, tapi tax ratio turun terus. Jadi makin menganga dan ini harus ditutup dengan utang. Utang oke, tapi untuk tujuan-tujuan yang produktif agar tak membebani generasi yang akan datang," ungkapnya dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Jumat (2/6/2023).
Menurut Faisal, mahalnya pembangunan pada era Jokowi terlihat dari data Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau indikator untuk mengukur rasio besaran modal yang dibutuhkan untuk menambah satu output atau keluaran ekonomi.
Adapun angka rata-rata ICOR pada era Soeharto hingga SBY berkisar antara 4-4,6%. Sementara era Jokowi pada periode pertama sebesar 6,5%.
"Jadi, lebih dari separuh yang dibutuhkan tambahan modal untuk membangun satu jembatan atau 1 kilometer jalan. Misalnya. 2020 kan negatif, 2021-2022 7,3%. Super boros. Artinya nggak produktif," jelasnya.
Selain itu, Faisal melanjutkan, pembangunan yang perlu ditingkatkan dari segi Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Hal ini tercermin dari angka harapan hidup warga Indonesia yang selama dua tahun terakhir terus mengalami penurunan.
"Faktanya angka harapan hidup Indonesia 2 tahun terakhir turun. Kita capai 70 tahun, sekarang tinggal 67 tahun. (Dibandingkan) Sama Timor Leste, kita lebih pendek umurnya. Kalau mau protes pemerintah datanya nggak benar, protes bank dunia. Saya pakai bank dunia buat perbandingan," tuturnya.
Di sisi lain, Faisal juga menyinggung soal infrastruktur maritim yang dikampanyekan pada awal menjabat sebagai Presiden. Saat itu, Jokowi mengaku sektor kemaritiman Indonesia sangat potensial, namun sayangnya, perbaikan pada poros maritim di Indonesia kurang menggembirakan, termasuk tol laut.
"Praktisnya nggak ada yang dilakukan selain tol laut yang kita nggak begitu dengar lagi dan efeknya pembangunan infrastruktur yang meningkatkan konektivitas. Ini logikanya menurunkan ongkos logistik. Nah ongkos logistik bergeming 20%an. Ada yang salah. Desainnya kok jadi aneh seolah-olah nggak dilakukan dengan perencanaan yang baik," pungkasnya.
(Verda Nano Setiawan/wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Era Jokowi Dibilang Boros, Utang Ugal-ugalan