
Mirisnya Shell: di RI Dikecam Menteri, di Inggris Go to Hell!

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan minyak dan gas bumi asal Belanda, Shell, kini tengah "dikepung" isu tak sedap, baik di Indonesia maupun di luar negeri, salah satunya Inggris.
Di Indonesia, Shell mendapatkan kecaman dari pemerintah. Pasalnya, perusahaan asal Belanda ini sebelumnya sudah berkomitmen untuk berinvestasi di salah satu proyek gas "raksasa" di Tanah Air, yakni Blok Masela di Maluku, bekerja sama dengan perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation.
Shell memiliki hak partisipasi (Participating Interest/ PI) 35% dan Inpex yang juga merupakan operator memiliki hak partisipasi 65% di Blok Masela.
Namun sayangnya, beberapa tahun lalu Shell menyatakan untuk menarik diri dari Proyek Strategis Nasional (PSN) ini. Meski sudah menyatakan untuk keluar dari proyek ini, namun nyatanya hingga kini Shell juga belum resmi keluar.
Bahkan, ketika Pemerintah Indonesia mendorong agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero) untuk masuk ke Blok Masela menggantikan posisi Shell, Shell dikabarkan sengaja membuat negosiasi alot dan tidak fleksibel.
Hal ini akhirnya membuat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif jengkel.
"Masih dalam proses negosiasi ya, agak alot karena Shell itu ya mestinya dia lebih ngerti karena sejarahnya Shell di Indonesia sudah berapa lama ya. Dia udah manfaatnya udah banyak. Sejak dulu Shell kan ada, makanya ini untuk kepentingan Indonesia dia gak mau fleksibel," tuturnya di Jakarta, Jumat (19/05/2023).
Arifin juga sempat menceritakan kekecewaannya terhadap Shell, padahal pemerintah sudah memberikan beragam fasilitas seperti menaikkan split atau bagi hasil migas, serta insentif lainnya.
"Iya (kecewa). Tiba-tiba dia kabur, padahal sebelumnya tidak ada tanda-tanda kaburnya. Sesudah disetujui PoD baru kabur, kan dia mikir wah nilainya bisa ini (besar) kan," ungkapnya.
Arifin menjelaskan, pemerintah mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas, Pertamina, untuk masuk ke pengelolaan Blok Masela ini. Pasalnya, ini sejalan dengan program transisi energi di mana produk utama Blok Masela, yakni gas, bisa dimanfaatkan untuk menggantikan bahan bakar minyak atau batu bara yang dianggap kotor.
"Urgensinya, kan kita tahu bahwa kita perlu cost untuk mendukung transisi, kan gas lebih bersih dari batu bara, sementara demand meningkat. Nah gas itu dia lah yang untuk mendukung transisi, makanya kita optimalkan sumber-sumber potensi yang ada sebelum 2060," jelasnya.
Senada dengan Menteri ESDM, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Shell.
Menurutnya, proses negosiasi pengalihan hak partisipasi yang berberlit-belit oleh Shell ini berdampak pada mundurnya pembangunan proyek Blok Masela yang ditargetkan bisa menghasilkan gas sebesar 1.600 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa) dan gas pipa 150 MMSCFD, serta 35.000 barel minyak per hari.
Dengan demikian, Indonesia terpaksa harus kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan sumber gas dari blok gas jumbo ini.
"Masela itu kan agak lama, jadi pemerintah kehilangan opportunity-nya panjang itu akhirnya Pak Menteri menyampaikan kecewa lah jadi kami ingin follow up mau revisit pod-nya," ujar Tutuka saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (23/5/2023).
Karena itu, dalam waktu dekat ini pemerintah akan meninjau kembali rencana pengembangan atau biasa yang disebut Plan of Development (PoD) yang telah disusun operator.
"Kita lihat PoD-nya gimana, kok bisa lama sekali. (Mengenai harga) itu urusan bisnis saya gak bisa menyatakan tapi pemerintah kecewa karena terlalu lama," kata Tutuka.
Proyek ini dikatakan "raksasa" karena diperkirakan akan menelan biaya hingga US$ 19,8 miliar. Pengelola blok ini baik Inpex dan mitranya nantinya akan membangun Kilang Gas Alam Cair (LNG) di darat.
Di Inggris, Shell Disuruh ke "Neraka"
Sementara di Inggris, Shell dikepung sejumlah demonstran yang pro terhadap lingkungan. Pada saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Shell di London pada Selasa (23/05/2023) lalu, para pegiat iklim mencoba menerobos masuk.
Para pengunjuk rasa pun terdengar menyanyikan "Hit the Road Jack". "Go to hell, Shell, and don't you come back no more" (Pergilah ke neraka, Shell, dan jangan kembali lagi).
Para pendemo pun terlihat segera diamankan pihak keamanan. Terlihat aparat menggotong pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka.
![]() Para pengunjuk rasa duduk di depan petugas keamanan selama demonstrasi Fossil Free London di luar tempat pertemuan pemegang saham tahunan Shell, di pusat ExCeL, di London, Inggris 23 Mei 2023. (REUTERS/Toby Melville) |
Kelompok aktivis, Climate Resolution 26, meminta Shell untuk menyelaraskan target iklimnya dengan Perjanjian Paris dan berkomitmen untuk pengurangan emisi karbon absolut pada 2030.
Tekanan dari para aktivis ini muncul ketika perusahaan mencetak laba luar biasa, bahkan mencetak rekor tertinggi, pada tahun 2022 lalu.
Mengutip CNBC International, Shell malaporkan laba tahunan tertinggi hampir US$ 40 miliar pada 2022. Ini melampaui US$ 28,4 miliar pada 2008 yang menurut perusahaan ini adalah rekor tahunan tertinggi sebelumnya, dan dua kali lipat dari laba perusahaan pada 2021 yang sebesar US$ 19,29 miliar.
Awal bulan ini Shell mengumumkan capaian laba sebesar US$ 9,6 miliar untuk periode kuartal I 2023.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sepakat Ambil 35% Saham Shell di Masela, Ini Kata Pertamina
