Bank Dunia Bagikan 3 Solusi Atasi Kemiskinan untuk Jokowi

Arrijal Rachman & Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 12/05/2023 15:45 WIB
Foto: (Dok: Laily Rachev Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia menilai Indonesia salah satu negara yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem terbesar. Krisis ekonomi 1997-1998 telah menyebabkan angka kemiskinan absolut tersebut melonjak ke level 63,16%.

Sepanjang 2000-2015, Indonesia berhasil menurunkan kemiskinan ekstrem rata-rata 2,1% per tahun. Pada 2022, tingkat kemiskinan ekstrem di Tanah Air masih mencapai 1,5%, turun dari tahun sebelumnya 1,9%.

Menurut Bank Dunia, Indonesia secara praktis dapat memenuhi tujuan untuk memberantas kemiskinan ekstrim lebih cepat dari jadwal yang diharapkan pada 2024. Kendati demikian, sejumlah kecil kemiskinan friksional yang ekstrim kemungkinan besar akan tetap ada untuk beberapa waktu.


Bank Dunia menilai strategi pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dinilai harus diperluas fokusnya agar mencakup juga rumah tangga miskin dan tidak begitu miskin. Sebab, Indonesia dengan negara berpenghasilan menengah ke bawah sejatinya menggunakan standar paritas daya beli US$ 3,2 per kapita per hari.

Bank Dunia sendiri mengungkapkan tiga cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk menurunkan kemiskinan. Pertama, memberikan bantuan sosial dan subsidi. Kedua, pemberdayaan masyarakat. Ketiga adalah pembangunan infrastruktur pelayanan dasar.

Lembaga ini melihat kombinasi bantuan sosial, jaminan sosial, inklusi keuangan, dan investasi infrastruktur yang tangguh dapat membantu rumah tangga keluar dari kemiskinan.

"Sistem bantuan sosial yang lebih baik seperti itu akan mengurangi dampak kejutan negatif pada rumah tangga dengan lebih baik, dan dengan demikian akan mengurangi penggunaan strategi penanggulangan yang merusak dan lebih mampu melakukan investasi jangka panjang dalam kegiatan produktivitas yang lebih tinggi," jelas Bank Dunia.

Di sisi lain, Bank Dunia melihat pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebagai langkah yang tidak tepat.

"Subsidi energi yang mahal muncul kembali setelah adanya pengurangan sementara, tapi dengan manfaat yang terbatas untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan," tulis Bank Dunia dalam laporannya bertajuk 'Indonesia Poverty Assessment: Pathways Towards Economic Security'.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan betapa sulitnya mengelola data masyarakat miskin di daerah-daerah, untuk mengoptimalkan belanja negara dalam program perlindungan sosial.

Ini karena adanya oknum pimpinan di pemerintah daerah yang membuat masyarakat miskin 'jadi-jadian'. Maksudnya, keluarga penerima program perlinsos itu bukan termasuk golongan miskin, melainkan dibuat-buat supaya dapat manfaat dari program perlinsos.

"Ada masalah tata kelola di mana Pemda akan memilih keluarga miskin yang memberikan suara bagi mereka, tapi dia bukan benar-benar miskin," kata mantan pejabat Bank Dunia tersebut.

Dia mengakui, hal ini merupakan konsekuensi dari sistem politik di Indonesia yang menganut sistem demokrasi bebas, selain itu juga ada mekanisme desentralisasi supaya pemda dapat mandiri mengelola masyarakatnya.

Meskipun dari sisi anggarannya berasal dari pemerintah pusat, seperti untuk pemberian bantuan dalam program keluarga harapan (PKH) bagi 10 juta keluarga penerima manfaat, 18 juta penerima kartu sembako, hingga 99 juta keluarga miskin yang dibayarkan BPJS Kesehatannya oleh pemerintah.

"Ini tantangan kompleks saat kita membicarakan Indonesia sebagai negara kesatuan dan sistem desentralisasi, demokrasi pemilihan langsung ada konsekuensinya dan konsekeusianya dimulai dari model kebijakan ini, meskipun kita tahu ini harus diselesaikan, karena terjadi akibat realitas politik dan sistemnya," ujar Sri Mulyani.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: BPS Batal Rilis Data Kemiskinan & Gini Ratio RI Semester I-2025