Petani Tebu Semringah Diserang Cuaca Panas, Penyebabnya Ini

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 12/05/2023 15:35 WIB
Foto: REUTERS/Edgard Garrido

Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapgindo) memprediksi produksi gula nasional tahun 2023 ini akan lebih bagus dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun ada ancaman El Nino atau kemarau ekstrem, justru akan memberikan dampak yang baik pada produksi gula.

Ketua Umum Gapgindo Syukur Iwantoro menerangkan, musim kemarau yang datang pada saat mulai musim panen atau tebang tebu justru merupakan suatu hal yang bagus untuk produksi gula, karena pada musim panen, petani tebu mengharapkan tidak ada hujan.

"Puncak panen tebu di sekitar Juli sampai dengan September. Pada saat tersebut petani tebu justru mengharapkan tidak ada hujan," kata Syukur kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/5/2023).


Dia mengatakan, saat ini hampir semua pabrik gula di wilayah Jawa dan luar Jawa sudah mulai melakukan penggilingan.

"Produktivitas tebu maupun rendeman gula, InsyaAllah lebih baik dari tahun lalu. Kami mengharapkan dan memperkirakan El Nino tahun ini tidak separah beberapa tahun yang lalu. Mudah-mudahan nanti pada musim tanam tebu yaitu November-Januari hujan mulai turun," ujarnya.

Syukur memperkirakan produksi gula tahun ini berkisar antara 2,4-2,6 juta ton gula. Di mana untuk rendeman secara nasional diperkirakan di atas 7%, dan produktivitas rata-rata nasional tebu di atas 70 ton per hektare.

Foto: Ilustrasi Lahan Tebu. (Dok. Freepik)
Ilustrasi Lahan Tebu. (Dok. Freepik)

Rendemen menentukan tinggi rendahnya produksi gula yang dihasilkan. Misalnya musim kemarau basah membawa pengaruh cukup besar pada penurunan rendemen gula.

Kemarau basah menyebabkan suhu dan kelembaban udara menjadi dingin sehingga menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman tebu sehingga reaksi enzimatik pada tanaman terganggu. Padahal, reaksi enzimatik sangat diperlukan untuk membentuk kadar gula dalam tebu.

Berbeda dengan musim kemarau kering dimana rendemen gula yang dihasilkan jauh lebih tinggi.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, harga acuan pemerintah (HAP) saat ini untuk gula konsumsi di tingkat pabrik atau petani berada di angka Rp 11.500 per kg, dan harga eceran Rp 13.500 per kg.

Di mana seharusnya, kata dia, harga gula yang wajar untuk kondisi seperti sekarang di tingkat pabrik ialah di sekitar Rp 12.500 - 13.500 per kg.

"Dengan tidak adanya lagi pupuk subsidi untuk tanaman tebu, harga pupuk yang sudah tinggi, biaya transportasi dan tenaga kerja, serta bahan-bahan baku penunjang operasional pabrik yang juga meningkat, sangat diharapkan pemerintah segera menetapkan perubahan harga acuan pemerintah untuk gula konsumsi di tingkat pabrik atau petani," pungkasnya.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Harus Impor Minyak 1 Juta Barel Setiap Hari, Apa Solusinya?