
Digitalisasi Makan Korban, 36 Juta Orang Kehilangan Pekerjaan

Jakarta, CNBC Indonesia - Berkembang pesatnya teknologi digital membuat banyak bidang pekerjaan punah. Seiring dengan itu banyak para pekerjanya yang menjadi kehilangan lapangan pekerjaan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, setidaknya ada 7 jenis pekerjaan yang hilang akibat disrupsi dari perkembangan teknologi digital tersebut, sehingga 36 juta pekerja hilang mata pencarian.
Dikutip dari laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) berjudul Survei Pekerjaan Masa Depan yang dirilis Pada 2020 lalu, jenis pekerjaan yang hilang diantaranya Petugas Entri Data, Sekretaris Administrasi dan Eksekutif, Petugas Akuntasi, Pembukuan dan Gaji, Akuntan dan Auditor, Pekerja Perakitan dan Pabrik, Layanan Bisnis dan Manajer Administrasi, hingga Informasi Klien dan Layanan Pelanggan.
"Karena dengan proses digitalisasi ini ada 7 jenis pekerjaan hilang dan memakan korban cukup besar, yaitu 36 juta hitungan kami," kata Suharso dalam acara Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia di Jakarta, Senin (8/5/2023)
Kendati begitu, Suharso, menekankan, efek digitalisasi itu tidak hanya memberikan dampak negatif, melainkan juga ada sisi positifnya. Diantaranya menciptakan 12 lapangan pekerjaan baru dengan pendapatan yang lebih tinggi.
"12 jenis pekerjaan baru yang kalau diturunkan ke bawah hasilkan 42 juta lapangan kerja. Jadi tentu ada hal yang menjanjikan tapi dengan bayaran yang lebih baik dari zaman sebelumnya," tutur Suharso.
Dalam laporan berjudul Future of Work 2023 versi WEF, pekerjaan baru itu diantaranya spesialis kecerdasan buatan (AI) dan machine learning, spesialis keberlanjutan (sustainability), analis business intelligence, hingga analis keamanan sistem informasi.
Ada juga insinyur di bidang fintech, analis data dan data science, insinyur di bidang robot, spesialis big data, operator peralatan pertanian, spesialis transformasi digital, pengembang blockchain, spesialis ecommerce, spesialis strategi dan pemasaran digital, insinyur data (data engineer), serta desainer komersial dan industrial.
Menurut Suharso, startup di negara-negara maju kini juga sudah semakin berkembang dengan mengarah pada bidang bio economy serta green economy.
"Saya menyaksikan bagaimana anak muda Indonesia yang hebat di San Francisco dia buat startup baru di bidang bio economy. Buat DNA tiruan harganya satu itu 100 dolar, kira-kira dengan lempeng kotak 10×5 cm ada 1 juta DNA, artinya harganya 100 juta dolar. Jadi bahwa kemajuan teknologi sedemikian rupa dan kita mampu, buktinya yang menemukan itu anak Indonesia," ucapnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sabar, Ini Ada Jurus Baru Tangkis Ribut-ribut Data Beras