
Faisal Basri Beberkan 'PR Besar' Capres 2024

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi senior dari Universitas Indonesia Faisal Basri mengungkapkan sejumlah pekerjaan rumah atau PR yang harus diselesaikan oleh presiden mendatang, pengganti Presiden Joko Widodo yang habis masa jabatannya pada 2024.
Pertama adalah persoalan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di level 5%, jauh dari target untuk bisa menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan RI yakni pada 2045 dengan rata-rata sebesar 6-7% per tahunnya. Ini menurutnya disebabkan lapangan pekerjaan yang semakin tidak bermutu di Indonesia.
"Angka pengangguran turun, ada penciptaan lapangan kerja, tapi makin tidak bermutu," kata Faisal dalam Program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, Jumat (5/5/2023).
Tidak bermutunya lapangan pekerjaan di tanah air, sehingga tidak mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, kata dia tercermin dari semakin membengkaknya data pekerja informal di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Februari 2023, angkanya sudah mencapai 60,12% sedangkan pekerja formal hanya 39,88%. Meningkat drastis dari catatan Februari 2020 yang pekerja informal hanya sebesar 56,64% sedangkan pekerja formal 43,36%.
Adapun membesarnya jumlah pekerja informal ini, menurut dia, membuat pendapatan masyarakatnya tidak pasti dan tidak berkualitas, tidak adanya jaminan pekerjaan, hingga hak-hak pekerjanya tidak ada yang bisa menjamin, seperti misalnya para pekerja di sektor ojek daring. Sehingga yang diproduksi bagi perekonomian tidak bernilai tambah.
"Makin tidak bermutu karena yang meningkat penyerapan di sektor informal. Pekerja informal kita naik terus, data Februari sudah 60% lebih itu kan mereka tidak dapat gaji teratur, lembur, macam-macam, kualitas rendah artinya mereka rentan," ungkapnya.
Kedua, ia melanjutkan, dari sisi industrialisasi selalu turun sumbangannya terhadap perekonomian atau produk domestik bruto. Berdasarkan data BPS andil sektor industri terhadap perekonomian hingga kuartal I 2023 tinggal 18,57% padahal pada awal 2020 masih di kisaran 19,87%.
"Jadi tinggal 18% padahal industri manufaktur penyumbang sepertiga penerimaan pajak, jadi penerimaan pajak turun, pengeluaran naik, defisit naik, dan arus utang naik," tegas Faisal Basri.
Terakhir, masalah perekonomian yang harus dibereskan pemimpin mendatang Indonesia menurut Faisal adalah besarnya biaya investasi baru atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) pada masa pemerintahan Jokowi yang terus naik dari 4,5 menjadi 7,3.
"Jadi untuk membangun 1 jembatan dibutuhkan modal lebih banyak. Tandanya ada kebocoran yang dahsyat," ucapnya.
Meski PR yang harus diperbaiki pemimpin yang akan datang sangat banyak, ia menganggap belum ada satupun calon presiden yang telah tampil ke publik memiliki gagasan ekonomi yang mampu menjawab permasalahan-permasalahan itu. Mayoritas masih menyatakan mendukung program kerja Presiden Jokowi.
"Semua capres ingin melanjutkan program yang salah itu, infrastruktur, food estate, itukan ngaco semua, kereta cepat, banyak sekali, jalan tol Sumatera. Istilah industrialisasi enggak kenal yang ada hilirisasi," tutur Faisal.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Pesan ke Kepala Daerah: Jangan Memihak di Pilpres!