Internasional

Tuah Xi Jinping, AS Terbukti Kalah Telak dari China di Eropa

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
02 May 2023 11:30
Chinese and U.S. flags flutter near The Bund, before U.S. trade delegation meet their Chinese counterparts for talks in Shanghai, China July 30, 2019.  REUTERS/Aly Song
Foto: Bendera Tiongkok dan AS berkibar di dekat Bund, jelang delegasi perdagangan AS bertemu dengan China di Shanghai, Cina 30 Juli 2019. REUTERS / Aly Song

Jakarta, CNBC Indonesia - China kian menggeser posisi Amerika Serikat (AS) sebagai pemimpin dalam diplomasi internasional. Hal ini terlihat dari pergerakan Presiden Xi Jinping dalam mendamaikan perang Rusia dan Ukraina, salah satu konflik paling bergejolak di Eropa abad ini.

Shen Shiwei, seorang analis dan jurnalis urusan internasional China terkemuka, menyebut Beijing berhasil memiliki sikap inti yang memfasilitasi pembicaraan untuk perdamaian.

Ia menunjuk pada pertemuan tingkat tinggi Xi dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan petinggi lainnya. Ia juga menyebut kualifikasi utusan khusus China memiliki kualifikasi terbaik dalam menangani urusan tersebut.

"Solusi militer tidak dapat mengakhiri konflik, dan bukan tugas yang mudah untuk mendorong penyelesaian politik," kata Shen, dikutip Newsweek, Selasa (2/5/2023).

Menurutnya, China percaya bahwa penting untuk memanfaatkan kesempatan dan menciptakan kondisi untuk penyelesaian politik, karena pemikiran rasional dan suara yang mengadvokasi solusi politik sekarang sedang meningkat.

"AS dan Eropa sudah dalam konflik, tetapi China berada dalam posisi yang baik untuk membantu mendorong penyelesaian politik, karena merupakan satu-satunya anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang menjaga hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina," tuturnya.

Terlepas dari ikatan dekat Xi dengan Putin dan dukungannya terhadap posisi Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dilaporkan tetap mempertahankan hubungan kerja dengan China.

Seperti halnya dengan mayoritas negara di dunia, Beijing juga merupakan mitra dagang utama Kyiv, dan Ukraina merupakan salah satu penandatangan Belt and Road Initiative (BRI) yang berfokus pada infrastruktur.

Dengan demikian, Shen berpendapat bahwa penentangan Barat terhadap posisi pembawa damai China berlawanan dengan intuisi.

"Pemimpin dari AS dan Eropa harus memiliki tekad politik dan solusi yang layak untuk mendorong penyelesaian politik dengan China," kata Shen. "Menyalahkan China, yang tidak menciptakan krisis Ukraina dan bukan pihak dalam krisis, tidak akan membantu dalam dorongan yang sulit untuk penyelesaian politik."

Sehn mengakui bahwa upaya seperti itu, bahkan dengan dukungan internasional yang berkembang, tidak akan mudah.

Sementara itu, AS blak-blakan curiga terhadap China atas diplomasinya pada konflik Rusia-Ukraina. Washington juga merespons dingin keberhasilan Beijing dalam menengahi ketegangan antara Arab Saudi dan Iran.

Gedung Putih juga langsung menentang setiap upaya yang dipimpin China untuk melakukan gencatan senjata, dengan alasan hal itu akan melegitimasi perang Rusia dan berpotensi memberi pasukan Moskow kesempatan untuk berkumpul kembali.

Kemerosotan hubungan AS-China dimulai pada era mantan Presiden Donald Trump dan semakin tak stabil di bawah Presiden Joe Biden.

Pemerintahan Joe Biden sendiri secara konsisten menyebut China sebagai pesaing global utama AS. Menurutnya, China adalah tantangan nyata bagi AS, karena satu-satunya pesaing dengan niat dan kemampuan yang makin meningkat dan secara sistematis menentang keunggulan Negeri Paman Sam di berbagai bidang.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beijing Ngamuk Biden Sebut Xi Diktator

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular