Internasional

Reformasi Hukum China Jadi Kabar Buruk buat Pebisnis, Kenapa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Kamis, 27/04/2023 16:45 WIB
Foto: Bendera China (AP Photo/Jae C. Hong)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China disebutkan membuat sebuah manuver yang mengkhawatirkan perusahaan dunia yang beroperasi di negara itu.

Hal ini disampaikan oleh Yasuhiro Matsuda, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Tokyo, kepada CNN International, Kamis, (27/4/2023).

Matsuda memerinci ancaman tersebut terkait perubahan dalam hukum kontra-spionase yang diberlakukan oleh Beijing, di mana pembaruan memperluas definisi spionase dari yang mencakup rahasia dan intelijen negara menjadi 'dokumen, data, materi, atau barang apapun yang terkait dengan keamanan dan kepentingan nasional'.


Serangan dunia maya yang menargetkan infrastruktur informasi utama China juga dikategorikan sebagai spionase di bawah undang-undang versi baru ini, yang akan mulai diberlakukan pada 1 Juli mendatang.

Menurut Matsuda, hal ini dapat menimbulkan risiko hukum lebih lanjut atau ketidakpastian bagi perusahaan asing, jurnalis, dan akademisi. Pasalnya, China bisa saja memberlakukan aturan tersebut bagi mereka.

"Bahasa baru dalam amandemen tersebut menyarankan organisasi manapun dan siapapun dapat menjadi tersangka ... dan apa pun dapat dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dalam penerapan hukum yang sewenang-wenang," kata Matsuda.

Hal serupa juga disampaikan Alfred Wu, seorang profesor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di National University of Singapore. Menurutnya, mungkin akan ada kegiatan yang sebelumnya biasa dilakukan orang asing di China namun nantinya dapat masuk ke ranah spionase.

"Sesuatu seperti anggaran pemerintah daerah yang dapat Anda definisikan secara luas berkaitan dengan ketahanan nasional, atau bahkan ketahanan pangan," pungkasnya. "Para peneliti pasti harus berhati-hati."

Kekhawatiran tentang penerapan undang-undang tersebut diperparah dengan serangkaian penangkapan warga negara asing atas tuduhan spionase dalam beberapa tahun terakhir.

Pemerintah asing menggambarkan kasus-kasus itu bermotivasi politik dan menuduh Beijing melanggar proses hukum, seperti menolak akses ke penasihat hukum dan mengadakan persidangan tertutup.

Dalam satu contoh profil tinggi, dua warga Kanada, yakni mantan diplomat Michael Kovrig dan pengusaha Michael Spavor, ditahan oleh China selama hampir tiga tahun.

Penangkapan mereka atas tuduhan spionase pada akhir 2018 terjadi tak lama setelah Kanada menangkap pengusaha China dan eksekutif Huawei Meng Wanzhou dengan surat perintah AS terkait transaksi bisnis perusahaan di Iran.

Beijing berulang kali membantah bahwa kasus mereka merupakan pembalasan politik, tetapi kedua pria itu dibebaskan pada hari yang sama ketika Meng diizinkan oleh Kanada untuk kembali ke China.

Dalam beberapa pekan terakhir, Jepang juga menyerukan pembebasan salah satu warga negaranya yang dipekerjakan oleh Astellas Pharma, yang ditahan di China bulan lalu atas tuduhan spionase.

"Setidaknya 17 warga negara Jepang telah ditahan di China karena dicurigai sebagai mata-mata dan kegiatan lainnya sejak 2015," tutur laporan NHK.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Gandeng Perusahaan Qatar Bangun 50.000 Apartemen Subsidi