'Alarm Utang' Asia Berbunyi, Sri Mulyani Cs Kian Hati-hati

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
17 April 2023 10:05
Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri penandatanganan Compact II Millennium Challenge Corporation (MCC) – sebuah program hibah dari Pemerintah Amerika Serikat untuk Indonesia senilai 649 juta US Dollar. (Instagram @smindrawati)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri penandatanganan Compact II Millennium Challenge Corporation (MCC) – sebuah program hibah dari Pemerintah Amerika Serikat untuk Indonesia senilai 649 juta US Dollar. (Instagram @smindrawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - International Monetary Fund (IMF) mengingatkan risiko tingkat utang yang dapat mengancam negara-negara di Asia.

Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan, menegaskan bahwa risiko keuangan, dan tekanan perbankan global kepada pasar keuangan di Asia masih terbatas.

Kurva imbal hasil US Treasury yang menurun secara subtansial, membuat obligasi negara-negara Asia makin dilirik investor. Hal ini pula yang akhirnya mendorong penguatan mata uang negara di Asia.

"Namun, kantong-kantong kerentanan tetap ada, terkait dengan leverage dan risiko yang tinggi di sektor real estat. Pengawas keuangan perlu tetap waspada," jelas Srinivasan dalam Press Briefing Regional Economic Outlook Asia and Pacific, dikutip Senin (17/4/2023) dini hari.

Dengan demikian, IMF memandang terdapat risiko terkait utang yang tinggi dan kenaikan suku bunga di dunia, termasuk di Asia.

"Tingkat utang publik di wilayah ini (Asia) meningkat secara signifikan dibandingkan sebelum pandemi," ungkapnya.

IMF melihat sebagian besar pemerintah di negara-negara kawasan Asia akan memperketat anggaran fiskalnya di tahun ini dan tahun depan.

Namun, konsolidasi yang dilakukan mungkin tidak akan cukup untuk mengurangi tingkat utang. Diperparah dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi, sehingga beban utang semakin berat.

"Konsolidasi yang diproyeksikan mungkin tidak cukup untuk stabilkan utang, dan kenaikan suku bunga membuat beban utang semakin berat," jelas Srinivasan.

Melihat risiko ini, Kementerian Keuangan mengungkapkan komitmennya untuk menjaga ketahanan fiskal Indonesia, sejalan dengan adanya peringatan dari International Monetary Fund (IMF) soal adanya kenaikan utang di negara-negara Asia di tahun ini.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu memahami bahwa IMF telah melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan, dengan potensi hard landing jika risiko semakin eskalatif.

Risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, eskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geoekonomi.

"Dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang pruden namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi," tegas Febrio, dikutip Senin (17/4/2023).

Febrio menambahkan ketahanan fiskal Indonesia sudah terjaga sejak 2022, di mana defisit APBN telah kembali ke level di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau satu tahun lebih cepat dibandingkan rencana awal.

Defisit APBN 2022 yang mencapai 2,38% dari PDB itu diklaim sebagai sikap kehati-hatian dan kredibilitas pemerintah, di tenga peningkatan risiko global.

Meski demikian, dia melihat APBN masih tetap memberi perhatian utama pada area-area vital seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi.

"Ke depan, pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan yang antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural," ungkap Febrio.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Soal Utang, Sri Mulyani: Enak Diomongin Tapi Tak Mencerdaskan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular