Bambang Brodjonegoro: Buang Dolar Bisa Bikin Rupiah Perkasa!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan (periode 2014-2016) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, aksi negara untuk buang dolar Amerika Serikat (AS) dalam melakukan transaksi perdagangan dan investasi, bisa membuat rupiah perkasa.
Bambang menjelaskan, pelemahan atau penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS)sangat tergantung kepada mekanisme sistem penawaran dan permintaan atau supply dan demand.
Misalnya saja, kata Bambang, ketika hendak melakukan impor maka otomatis dolar AS akan menguat terhadap rupiah. Sebaliknya jika dapat hasil ekspor dalam dolar AS dan ingin mengkonversikan ke rupiah, maka cadangan dolar AS akan bertambah. Cadangan devisa dalam bentuk dolar yang berlimpah, maka akan mudah untuk Bank Indonesia (BI) melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah.
"Kalau mekanisme transaksi perdagangan memungkinkan bisa meminimalkan penggunaan dolar AS, maka itu sangat menguntungkan bagi negara-negara yang melakukan transaksi tersebut," jelas Bambang kepada CNBC Indonesia dalam program Closing Bell, Jumat (14/4/2023).
Salah satu keuntungan dari upaya meninggalkan dolar AS, kata Bambang dapat memperkuat nilai tukar rupiah nantinya.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (14/4/2023). Dengan demikian, rupiah mencatat pekan sempurna, alias selalu menguat di pekan ini. Tidak hanya itu, rupiah juga membukukan penguatan lima pekan beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.695/US$, menguat 0,37% di pasar spot. Sepanjang pekan ini penguatan rupiah sebesar 1,44%, dan saat ini berada di level terkuat 8 bulan.
Bambang mengungkapkan, masih ada ruang rupiah untuk menguat. Karena kinerja penanganan inflasi di AS yang menjadi acuan dari pergerakan tingkat bunga The Federal Reserve, masih jauh dari harapan.
"Biasanya inflasi di AS berada pada kisaran 1% sampai 2%, atau paling tinggi 3%. Terakhir masih di seputaran 5%," jelas Bambang.
Dengan demikian, menurut Bambang The Fed tampaknya tidak akan seagresif seperti sebelumnya, namun masih akan menaikkan 1-2 kali penyesuaian tingkat bunga, untuk mendorong tingkat inflasi yang makin rendah.
"Itu harus terus diawasi atau dimonitor oleh BI (Bank Indonesia), untuk menentukan apakah nilai tukar rupiah ini masih punya ruang jadi lebih kuat," ujarnya.
Kendati demikian, kata Bambang yang paling penting, tingkat suku bunga di Indonesia tidak terlalu diketatkan atau dinaikkan lagi. Karena ancaman kenaikan tingkat bunga agresif dari The Fed sudah jauh lebih berkurang.
Tren penguatan rupiah, kata Bambang diperkirakan akan berlangsung dalam waktu yang jangka panjang.
"Kalau melihat bahwa inflasi di AS sudah mulai ada moderasi/perbaikan ke tingkat lebih rendah, dan ini akan tentunya memakan waktu yang tidak pendek, maka kemungkinan trennya bisa jangka panjang," jelas Bambang.
Artinya, penguatan rupiah akan berlangsung terus, meskipun barangkali tidak terlalu cepat. Karena bagaimana pun, The Fed akan selalu berupaya, untuk menurunkan dan menjaga inflasi Amerika Serikat.
(cap/cap)